Tuesday, December 26, 2006
Regularity vs Irregularity
Termasuk juga masalah sampah. Tidak hanya di tempat umum, di rumah pun saya biasakan membuang sampah sesuai dengan peruntukkan jenisnya (burnable/non-burnable garbage, cans & jars, plastic bottles, used paper, etc). Jadwal pengambilan sampah oleh divisi kebersihan kota pun sudah ditentukan. Kita tinggal menyesuaikan, tiap hari apa kita meletakkan burnable/non-burnable garbage dan jenis sampah lainnya di tempat penampungan sampah yang tersedia di sekitar pemukiman kita.
Memang tidak mudah untuk menyesuaikan diri berlaku seperti itu. Sekilas mungkin tampak terlalu strict. Namun semakin lama dijalani, akhirnya saya mulai bisa mengikuti ritme keteraturan di siniApalagi didukung kondisi lingkungan yang kondusif sehingga tidak ada alasan untuk melenceng dari ketidakteraturan.
Namun pernahkah terpikir bahwa gaya hidup yang serba tertib dan teratur itu ternyata menjenuhkan? Bahkan bisa menyebabkan stress
Seorang teman bilang bahwa sensei-nya ceria sekali kalau ada rencana ke Indonesia. Bisa relaks dan santai walaupun sedang dalam perjalanan dinas, katanya. Kenapa bisa begitu ya
Di Indonesia, mau naik taksi atau angkutan umum bisa dimana saja. Tidak harus di halte atau terminal, di tengah jalan juga bisa. Merokok di tempat umum juga boleh. Tidak harus di smoking area. Begitu pula puntung rokoknya bisa dibuang dimana saja. Sambil jalan trus diinjak juga boleh Buang sampah kertas, botol plastik ataupun kaca dalam satu tempat sampah juga tidak apa-apa. Janjian telat sedikit, dimaafkan. Bebas tidak terkekang dan tidak ada yang bilang "dame" kalau berbuat begitu, katanya.
Sebaliknya, beberapa teman mengaku shock saat kembali ke tanah air setelah beberapa tahun tinggal di sini. Cultural shock. Menyesuaikan diri lagi dengan Indonesian style kadang membuat mereka sedikit stress. Mereka merindukan keteraturan.
Punya pengalaman seperti ini? Atau ada yang punya tips/trik menghindari cultural shock? Please, share with me
*Dame : hal yang tidak baik bila dilakukan.
Thursday, December 14, 2006
Kendala Bahasa
Japanese version
Mr. Boss : "Senkyo no kekka wa do?”
Saya : “Ee... nan kekka?”
Mr. Boss : “Aceh no senkyo wo yatteita, ne?!”
Saya : “Aa... Election?!"
Mr. Boss : "So. Kekka wa do?”
Saya : “Daijoubu to omoimasu.”
Versi Indonesia
Mr. Boss : “Hasil pemilihannya gimana?”
Saya : “Ee... Hasil apa?”>?”
Mr. Boss : “Di Aceh ada pemilihan kan?!”
Saya : “Aa... Pemilihan (Pilkada) ya?!.”
Mr. Boss : “Ya, gimana hasilnya?”
Saya : “Saya kira ga ada masalah.”
*****
Berita pilkada di Aceh ternyata diliput media Jepang juga. Sampai-sampai Mr. Boss nanyain. Mungkin karena tahu saya orang Indonesia, makanya beliau nanyain itu. Sebenarnya saya tidak terlalu mengikuti perkembangan hasil pilkada di Aceh. Yang saya tahu bahwa, wakil dari GAM sementara ini memimpin perolehan suara.
Waktu ditanya tentang itu, sebenarnya saya ingin cerita banyak. Pengen bilang bahwa rakyat Aceh banyak yang mendukung wakil dari GAM dibanding parpol lainnya. Saya juga pengen bilang bahwa GAM juga sudah menyatakan tunduk dalam konstitusi NKRI. Tapi saya tidak punya vocabulary japanese yang cukup untuk bercerita seperti itu Akhirnya saya jawab saja, “daijoubu to omoimasu.” Garing ga siih...?!
Ternyata kemampuan bahasa jepang saya sejauh ini masih terbatas pada vocab percakapan sehari-hari. Saya belum bisa mengembangkan percakapan ke arah topik yang lebih serius atau spesifik, seperti contoh di atas.
Bahasa memang sering menjadi kendala dalam komunikasi. Apalagi kalau tinggal di negeri orang yang bahasanya berbeda sekali dengan bahasa kita. Tidak jarang, aktivitas tersendat karena kendala bahasa. Contohnya seorang teman yang sedang sakit, tapi tidak pergi ke rumah sakit. Padahal penyakit kalau dibiarkan bisa tambah parah kan?! Waktu ditanya kenapa, jawabnya “ga bisa ngomongnya.” Waah.... gawat nih!!
So, kesimpulannya harus lebih banyak belajar lagi
Thursday, December 07, 2006
Blogging Type
Your Blogging Type is Kind and Harmonious |
You're an approachable blogger who tends to have many online friends. People new to your blogging circle know they can count on you for support. You tend to mediate fighting and drama. You set a cooperative tone. You have a great eye for design - and your blog tends to be the best looking on the block! |
Saturday, December 02, 2006
Have You got Winter Shock?
“Yatta! Kagi wo mitsuketa. Yokatta!” Langsung aja kuncinya dibuka sambil handle pintunya diputar.
“Wadaoww!!”
Iihh..... Handle pintunya nyetrum! Bikin kaget.
*****
Pernah ngalamin kejadian seperti itu ga?? Seringnya sihh kalo musim dingin atau cuaca dingin. Setiap nyentuh benda yang dari logam, langsung deh nyetrum.... Kayanya tidak terlalu berbahaya sih tapi cukup bikin detak jantung tambah kencang.
Kenapa sih, kok bisa nyetrum???
Belajar fisika lagi yuuk........!
Setiap benda yang ada di sekeliling kita tersusun dari atom. Masih ingat istilah atom kan?! Atau gampangnya, atom adalah partikel terkecil suatu benda. Inti atom punya proton (bermuatan positif), neutron (netral) dan elektron (bermuatan negatif). Proton dan neutron setia sama inti atom, ga mau bergerak pindah dari inti atom. Tapi kalo si-elektron bisa bergerak, meloncat dari satu atom ke atom lainnya. Dari satu benda ke benda lainnya.
Lha trus apa hubungannya ama kesetrum di musim dingin???
Di musim dingin kita tetap bergerak, kan?! Ga kayak beruang kutub atau binatang lainnya yang tidur melulu selama musim dingin. Walopun suhu udara dingin, tetap aja kita berjalan ke sana-sini. Pokoknya ga selalu diam deh. Paling aktivitas yg berhubungan ama yang dingin-dingin terpaksa dikurangi.
Kalo kita berjalan, ada gesekan antara kaki atau sepatu atau sandal dengan lantai. Gesekan itu bikin elektron yang ada di lantai pindah ke tubuh kita. Padahal di tubuh kita sendiri udah ada elektron juga. Jadinya, tubuh kita kelebihan elektron. Kelebihan muatan negatif. Berarti ada muatan listrik (statis) di tubuh kita. Kalo di musim panas, udara cukup lembab sehingga uap air bisa membantu elektron yang kelebihan di tubuh kita bergerak ke benda lainnya dengan cepat. Sebaliknya di musim dingin udara kering ditambah lagi pake pemanas ruangan semakin bikin kering udara. Akibatnya kelebihan muatan negatif di tubuh kita sulit dinetralkan. Waktu kita nyentuh handle pintu, zaaap....! (Handle pintu biasanya kan terbuat dari logam, bisa berfungsi sebagai konduktor). Kesetrum deh. It’s called winter shock.
Selain itu, baju yang kegosok-gosok di kulit kita juga punya listrik statis. Makanya kadang-kadang baju juga nyetrum kalo di musim dingin. Pernah kejadian begitu ga??
Lha trus gimana caranya supaya ga kesetrum??
Karena udara kering sulit menetralkan elektron, walopun musim dingin usahakan udara di sekitar kita tetap lembab. Bisa pake room humidifier atau panasin air di kompor atau di atas heater (biasanya heater minyak tanah) yang sekaligus berfungsi sebagai kompor. Uap air yang mendidih akan melembabkan udara. Jadi elekron yang kelebihan di tubuh kita bisa loncat ke benda lainnya. Selain itu, gunakan selalu lotion pelembab kulit biar kulit ga pecah-pecah dan ga nyetrum kalo nyentuh benda-benda yang bersifat konduktor.
Monday, November 27, 2006
Pembeli Adalah Raja
Bila dibandingkan antara penjual dan pembeli, kemungkinan lebih banyak pembeli. Karenanya, pembeli bisa memilih dengan penjual yang mana dia akan bertransaksi. Pilihan itu biasanya berdasarkan pada pelayanan yang diberikan oleh penjual, harga dan kualitas barang yang akan dibeli. Tetapi tidak semua penjual bisa memilih pembeli. Di sini terjadi persaingan para penjual dalam merebut hati pembeli. Masing-masing penjual harus menemukan strategi dan trik untuk membuat pembeli tertarik dengan barang dagangannya. Tidak hanya membuat tertarik tetapi juga berusaha menjual dagangan. Dan tujuan jangka panjangnya tentu saja membuat pembeli itu menjadi pelanggan tetap.
Suatu waktu, saya menemani seorang teman yang hendak berbelanja ke counter yang menjual bahan makanan vegetarian. Petugas counter menyambut dengan sikap santun dan ramah ketika kami datang. Selain berbelanja, kami juga banyak bertanya tentang barang yang mereka jual, termasuk pula tentang harga. Memang bila dibandingkan dengan bahan makanan biasa, harganya lebih mahal. Namun pelayanan yang mereka berikan sangat memuaskan. Sampai saat kami akan pulang, petugas itu juga mengantarkan sampai keluar pintu dan menunggu sampai kendaraan kami bergerak, barulah dia kembali ke dalam. Petugas itu melayani kami seolah-olah kami adalah raja. Begitu terkesannya sehingga kami tidak ragu akan kembali berbelanja di sana walaupun harus membayar lebih mahal.
Ada pula kejadian lain sewaktu saya sedang mencari alat tulis di sebuah toko buku yang besar. Toko buku itu terkenal lengkap di seluruh tanah air. Harga yang mereka tawarkan juga cukup bersaing. Saya mencari alat tulis yang bisa dipakai untuk menggambar di kertas kalkir. Karena tidak terlalu tahu dengan alat tulis untuk menggambar, sayapun bertanya pada pramuniaga yang sedang merapikan rak alat-alat tulis. Lalu apa yang saya dapatkan? Jawaban yang jelas dan sikap ramah? Tidak, melainkan wajah datar hampir masam, tanpa senyum ramah dan jawaban ketus. Itulah yang saya dapatkan. Kecewa? Jelas saya merasa kecewa karena berharap mendapatkan pencerahan atas ketidak tahuan saya serta mendapat perlakuan yang ramah dari pramuniaga itu. Bukankah sebagai pembeli, saya berhak mendapatkan pelayanan yang baik? Akhirnya saya memilih sembarang alat tulis yang bisa dipakai menggambar. Lalu secepatnya keluar dari toko buku itu.
Pelayanan atau service, menurut saya sangat penting peranannya dalam keberhasilan menjadikan pembeli sebagai pelanggan tetap. Pembeli menuntut pelayanan yang memuaskan dari penjual. Harga akan menjadi urusan kedua bila pelayanan memuaskan.
Wednesday, November 08, 2006
Autumn I'm in Love
Pertanyaan di atas pernah diajukan kepada saya. Dan ketika itu saya menjawab, musim semi. Alasannya karena di musim semi pohon-pohon kembali menumbuhkan daunnya dan hampir semua bunga bermekaran. Suhu udara juga tidak ekstrim dingin dan tidak ekstrim panas. Chodo ii... Kata orang Jepang.
Tapi setelah melewati pergantian musim selama beberapa tahun tinggal di Tsukuba, tahun ini pandangan saya sedikit berubah. Sekarang saya tidak hanya menyukai musim semi tetapi juga musim gugur. Lha kok bisa?!
Suhu udara musim gugur relatif sama dengan musim semi. Tapi bukan itu yang bikin saya jatuh cinta dengan musim gugur. Daun pohon yang berubah warna dari hijau menjadi kuning, coklat muda atau merah (dalam bahasa Jepang = Kouyo suru) terutama di penghujung musim. Lalu di bawahnya daun-daun kering yang berguguran tertiup angin menghampar bagaikan permadani. Dan saya sangat menikmati pemandangan itu di musim gugur tahun ini. Entah itu pohon di sepanjang jalan yang saya lewati maupun pohon yang ada di sekitar gedung asrama yang sekarang saya tempati. Indah dan mempesona sehingga membuat saya jatuh cinta. Walaupun ada juga daun yang tetap hijau sepanjang tahun karena tidak terpengaruh dengan panjang hari yang berubah, itu tidak mengurangi keindahan pemandangan di musim gugur.
Cukup mengherankan juga, kenapa saya baru sadar setelah melewati tiga kali musim gugur? Padahal waktu musim gugur pertama, saya sempat melancong ke Kyoto. Di ibukota kerajaan Jepang 1200-an tahun yang lalu itu, daun-daun juga berubah warna. Gunung dan bukit yang mengelilingi kota Kyoto juga terlihat berwarna merah. Indah, begitu kesan saya saat itu. Tapi belum mampu membuat saya jatuh cinta
Apa pepatah jawa “witing tresna jalaran saka kulina” juga berlaku untuk musim? Musim gugur yang sebelumnya saya anggap biasa saja, lama-lama membuat saya suka. Masa sih, karena itu?!
Ataukah karena musim gugur sebelumnya saya masih tinggal di apato. Yang cukup jauh dari taman yang banyak pohon. Saat memandang keluar yang terlihat gedung apato dan mansion lainnya. Sehingga tidak menyadari keindahan musim gugur?
Entahlah, saya tak tahu. Yang jelas, ciptaan-Nya begitu indah. Dia mengatur siklus pergantian musim dengan sempurna. Dia memberikan kenangan indah musim gugur sebelum pohon-pohon menjadi gundul di musim dingin.
The end of autumn’06.
Sunday, November 05, 2006
Mengapa Perlu Berdo'a?
Orang Jepang sudah terbiasa bekerja keras untuk mencapai keberhasilan. Mereka tidak mempunyai kebiasaan berdo’a sebelum dan sesudah bekerja. Yang selalu ditekankan dalam kehidupan mereka adalah ganbarimasu, ganbare atau ganbatte kudasai (berusaha melakukan yang terbaik). Ungkapan itu yang selalu diucapkan ketika mereka bekerja atau pada saat menghadapi suatu hal yang sulit.
Dalam kehidupan sehari-hari, mereka juga tidak memasukkan ritual berdoa. Seperti saat bangun tidur, hendak makan, hendak keluar rumah, hendak belajar ataupun saat melakukan berbagai macam pekerjaan lainnya. Unsur religius hampir tidak ada dalam kehidupan sehari-hari. Tidak pernah saya mendengar, mereka menyarankan berdoa supaya selamat serta pekerjaan menjadi mudah dan lancar. Semboyan berusaha dan berdo’a, tidak berlaku bagi mereka. Mungkin itulah yang menyebabkan teman saya tersebut belum mengerti hubungan berdoa dengan kemudahan dan kelancaran pekerjaan.
Bila mereka menemui kesulitan dalam kehidupannya ataupun mendapatkan kegagalan dalam suatu pekerjaan, mereka tidak mempunyai tempat yang pantas untuk mengadu. Mereka tidak menyadari bahwa ada Allah, kekuatan ghaib yang bisa menghilangkan segala kesulitan.
Berbeda dengan orang yang selalu menggantungkan hidupnya pada pertolongan Allah, tentunya tidak merasa aneh bila harus selalu berdo’a setiap sebelum memulai pekerjaan. Dalam keadaan apapun, kita selalu mengharapkan pertolongan dan ridho Allah. Baik dalam keadaan lapang maupun sempit, dalam keadaan senang maupun sedih, dalam keadaan mudah maupun sulit. Dan itu terwujud dari setiap do’a yang kita ucapkan. Mulai dari bangun tidur sampai kemudian tidur kembali, tak terhitung berapa banyaknya do’a yang telah kita panjatkan. Baik itu yang terucap di mulut ataupun yang hanya terucap di dalam hati.
Kepada siapa lagi kita mengadu saat dilanda kegelisahan ataupun kesulitan? Siapa lagi yang pantas dijadikan tempat memohon dan meminta pertolongan? Siapa lagi yang berhak menjadi tempat tautan hati di kala senang maupun sedih? Jawabannya tidak lain hanyalah Allah.
“.... Berdo’alah kepada-Ku niscaya akan Kuperkenankan bagimu ....” (QS. Al-Mu’min : 60).
Do’a adalah sarana yang paling tepat bagi seorang makhluk untuk berhubungan langsung dengan Sang Khalik, Allah SWT. Berdo’a merupakan bukti kelemahan kita sebagai makhluk. Walaupun kita (manusia) telah diciptakan paling sempurna dibanding makhluk lainnya namun sejak saat lahir, kelemahan dan keterbatasan juga menyertai kita. Tanpa pertolongan sang pencipta, kita sama sekali tak berdaya. Kita sangat membutuhkan pertolongan Allah. Kita sangat bergantung dan tergantung kepada Allah.
Sesuai hadist Rasulullah : “Jika engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, bahwa jika semua manusia berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatu, mereka tidak akan mampu memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatu kecuali yang telah Allah tetapkan untukmu.”
Sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu berdo’a mengharap pertolongan-Nya. Hanya Dia yang dapat memberikan jalan keluar atas segala kesulitan dan Dia pula yang dapat merealisasikan segala impian serta memilihkan yang terbaik bagi kita. Allah Maha Kuasa, Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan do’a.
Publikasi di kota santri.com
Sunday, October 22, 2006
Eid Mubarak
Thursday, October 19, 2006
Easy Way to Reduce Weight
“Kamu kok tambah langsing. Lagi diet ya?!”
****
Belakangan ini banyak yang bilang kalau saya lebih kurus dibanding sebelumnya. Padahal saya tidak sedang menjalani program diet. Juga tidak dalam keadaan sakit. Berat badan saya pun tetap seperti biasanya. Dan suasana hati juga baik-baik saja. Lalu apa yang menyebabkan orang-orang berkesimpulan begitu?
Memang belakangan ini kegiatan saya lebih padat. Dan juga sedang menjalani puasa Ramadhan. Walaupun siang hari berpuasa tapi malamnya saya tetap makan dengan porsi seperti biasa, ditambah lagi cemilan. Walaupun sudah memasuki minggu terakhir Ramadhan, berat badan saya hanya berkurang setengah kilogram dari berat sebelumnya. Apakah efek kekurangan berat setengah kilogram begitu dahsyat?
Ataukah karena belakangan ini saya sering naik-turun tangga dari lantai 1 ke lantai 5? Kamar saya memang berada di lantai 5 gedung asrama. Biasanya ada lift yang bisa dipakai untuk turun naik. Tapi akhir-akhir ini lift tersebut sering macet, tidak bisa digunakan. Apa boleh buat, saya harus menggunakan tangga.
Pernah pada saat lift macet, saya ada keperluan keluar. Waktu itu saya sedang buru-buru karena jadwal bis sudah mepet. Dari lantai 5, saya turun tangga secepat yang saya bisa. Sesampai di lantai 1, saya baru sadar ternyata belum membawa dompet. Terpaksa naik lagi ke lantai 5. Sedang puasa, harus bolak-balik ke lantai 5 lagi. Itu belum selesai karena saya masih harus secepatnya sampai di halte bis. Pfuuh... Benar-benar seluruh cadangan energi yang ada di dalam tubuh, rasanya terkuras semua.
Mungkin hikmah dari berpuasa dan lift yang macet itu bisa dijadikan formula untuk tampak lebih kurus. Puasa ditambah turun naik tangga dari lantai 1 – 5, dikerjakan dalam waktu yang mepet. Hasilnya, saya dibilang kurus. Tanpa perlu mengurangi porsi makan
Apakah itu bisa menjadi jawaban ampuh untuk pertanyaan-pertanyaan diatas?
Kalau “Ya” berarti cara itu bisa digunakan untuk mengatasi masalah kelebihan berat badan. Sudah terbukti pada saya.
Kalau “Tidak”, perlu dicari cara lain untuk tampak lebih kurus.
Monday, October 09, 2006
Seminggu yang lalu
Seminggu yang lalu, jatah hidupku berkurang lagi. Namun aku tak tahu berapa lagi yang tersisa. Satu tahun? Dua tahun? Ataukah 10 tahun lagi? Entahlah, aku tak tahu pastinya. Yang pasti setiap detik, setiap menit, setiap jam dan setiap hari jatahku semakin berkurang.
Semoga Dia memberi berkah di antara sisa umurku. Aamin.
Tuesday, September 19, 2006
Aoki's Country Villa in Nasu
Shuzo Aoki (1844-1914) adalah salah satu diplomat terkenal pada masa pemerintahan kaisar Meiji. Selama karir diplomatnya, dia pernah menjabat sebagai duta besar Jepang untuk Jerman, setelah itu sebagai menteri luar negri. Nama aslinya adalah Genmei Miura. Namun sejak diadopsi oleh keluarga Aoki, namanya menjadi Shuzo Aoki.
Di akhir usia 20 tahun, Aoki melanjutkan sekolahnya ke Berlin, Jerman. Di Berlin pula ia bertemu dengan seorang putri bangsawan, Elizabeth von Rade. Mereka menikah di Bremen pada tanggal 20 April 1877. Mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Hana.
Aoki tei didirikan sebagai tempat peristirahatan musim panas pada tahun 1888. Sebuah vila dengan gaya arsitektur Jerman yang didisain oleh Tsumunaga Matsugasaki. Meskipun strukturnya seperti bangunan di Eropa, namun materialnya terdiri dari kayu-kayu. Mungkin ini disesuaikan dengan kondisi geologi Jepang yang sering dilanda gempa.
Aoki bersama istri dan anaknya sering menghabiskan masa liburannya di vila (Aoki tei) itu. Memasuki gerbang utama, di sebelah kiri dan kanan jalan masuk, berjejer pohon-pohon yang menjulang tinggi. Semakin mendekati tangga beranda, terhampar halaman rumput yang luas. Tidak terlalu banyak bangunan yang ada di sekitar tempat itu. Namun Aoki tei tampak sangat menyolok karena bangunannya yang luas, bertingkat dan gaya arsitekturnya yang berbeda dengan bangunan di Jepang pada umumnya.
Di dalam bangunan vila, selain foto-foto juga dipamerkan barang-barang koleksi pribadi. Mulai dari pakaian resmi kebesaran, furniture sampai kereta kuda kuno seperti yang biasa dinaiki para bangsawan Eropa jaman dulu.
Unik sekali. Berada di dalam Aoki tei, solah-olah waktu berputar ke masa lalu. Suasananya seperti film-film yang ber-setting tentang kehidupan di Eropa sebelum abad 20. Sayang sekali waktu berkunjung ke sana tidak membawa kamera sehingga tidak dapat mengabadikan barang-barang antik yang ada disana.
Sunday, September 17, 2006
This Autumn's Special Guest
Di musim gugur ini, tamu istimewa juga akan datang. Tamu yang datang hanya sekali dalam setahun. Ialah Ramadhan, bulan yang penuh berkah dan ampunan. Dan juga bulan yang berfungsi sebagai masa training untuk menghadapi sebelas bulan lainnya.
Di tanah air, hampir di setiap tempat belakangan hari ini pasti telah banyak spanduk ataupun iklan yang memuat ucapan selamat datang juga ajakan banyak beramal di bulan Ramadhan. Begitu pula program tayangan televisi, sudah mulai dipenuhi nuansa Ramadhan. Beberapa pusat belanja biasanya juga ikut menyemarakkan dengan memberi diskon khusus. Nuansa Ramadhan terasa benar-benar mengisi setiap ruang.
InsyaAllah, tahun ini adalah Ramadhan ketiga yang saya lewati di negeri sakura. Berbeda dengan di tanah air, di sini tidak ada spanduk ataupun iklan yang menunjukkan tanda-tanda penyambutan bagi tamu istimewa. Begitu pula tayangan televisi, jauh sekali dari nuansa Ramadhan. Hanya penyambutan yang dilakukan secara individu (yang berkepentingan).
Bersyukur, Ramadhan tahun ini masih hadir dalam musim gugur. Malam lebih panjang daripada siang, sehingga banyak yang bisa dilakukan untuk menghidupkan malam di bulan Ramadhan. Suhu udara di siang haripun tidak ekstrim tinggi (seperti musim panas). Tak terbayang, bagaimana menghidupkan malam Ramadhan di musim panas. Saat malam lebih singkat dibanding siang? Saat fajar terbit mulai pukul 02.30-an dini hari dan senja datang pukul 07.00 malam??? “... Maka, nikmat Allah yang manakah yang kamu dustakan?...”
Semoga masa training Ramadhan kali ini dapat dilewati dengan baik. Bahkan bisa lebih baik dibanding tahun sebelumnya.
Selamat menjalani ibadah shaum Ramadhan. Ahlan wa sahlan yaa Ramadhan.....
Friday, September 08, 2006
Traditional Market
Matsubara, nama pasar itu. Sebuah pasar tradisional yang sekilas mirip pasar Kranggan di jalan Diponegoro Yogya. Waktu masih di Yogya, saya cukup sering masuk pasar itu kalo pas hari libur. Kadang-kadang memang buat belanja, kadang cuma mau cari jajanan. Soalnya harga di Kranggan murah meriah, pas buat kantong anak kost.
Di Matsubara, harga-harga juga murah meriah. Jauh lebih murah daripada harga barang yang dijual di supa (baca : supermarket). Kalo untuk sayur dan buah-buahan, penjual sudah lebih dulu membungkus barangnya dengan plastik. Kita tinggal pilih, mau beli yang isinya banyak atau sedikit. Ikan dan sea food lainnya, masih ditaruh di besek tanpa tutup. Kalo memang kita jadi beli, baru ikannya dibungkus. Kalo daging-daging, waktu itu ga sempat merhatiin. Soalnya ga tertarik beli daging di pasar itu.
Belanja di Matsubara, langsung membayar sama penjualnya. Ga ada mesin kasir. Semua dihitung secara manual. Di bagian penjual ikan, lantainya juga becek. Benar-benar pasar tradisional kan?! Selama tinggal di negara kaisar Akihito ini, baru 2 pasar tradisional yang pernah saya masuki. Pertama, pasar Ameyoko di Ueno (Tokyo) lalu Matsubara.
Sayang, pasar begitu (maksudnya lengkap dan harga murah) belum saya temukan di Tsukuba.
Wednesday, September 06, 2006
How to Get to Tennocho Station?
"Do you have any problems?"
"Ouw yes, we're going to Tennocho station. Which train should we choose to get there?"
"Hmm.... This train won't stop at that station, bcoz of rapid train." Ujarnya menunjuk kereta yang sedang parkir di depan kami.
"You should take the local one, over there!" Dia menunjukkan kereta yang dimaksud. Tetapi kami tetap masih bingung karena disana ada dua kereta yang sedang parkir. Rupanya dia bisa membaca kebingungan di wajah kami.
"Ok, I`ll show you. Follow me!"
Dia mengantarkan kami sampai di depan kereta yang dimaksud.
Setelah kami mengucapkan terima kasih, dia pun segera berlalu karena kereta yang hendak dia naiki akan segera berangkat.
Tidak banyak orang jepang yang mau menyapa orang asing yang baru dikenal. Biasanya mereka akan membantu bila kita yang lebih dulu meminta bantuan. Berbeda dengan orang itu. Entah siapa namanya, kami tidak sempat berkenalan. Di saat kami sedang kebingungan, dia datang menghampiri. Mungkin dia sudah lama memperhatikan kami sewaktu membolak-balik panduan rute kereta. Dia tidak hanya sekedar memberitahu kereta yang seharusnya kami pilih melainkan juga mengantarkan kami sampai di depan kereta yang dimaksud. Dia juga lancar berbahasa inggris sehingga kami menjadi lebih mengerti. Sungguh sangat berarti kebaikannya bagi kami.
Bayangkan bila kebingungan seperti kami itu terjadi di stasiun-stasiun di tanah air. Saya pasti sudah merasa curiga bila didekati orang yang tak dikenal. Selain itu juga berhati-hati dengan barang yang saya bawa dan berusaha selalu waspada terhadap segala bentuk gerak-gerik yang mencurigakan. Betapa susahnya mendapatkan keamanan di tempat umum meski di kampung halaman sendiri.
Friday, September 01, 2006
Karena Ingin Disayang
“Pfuuh…. Sampai juga, lumayan ada waktu beberapa menit untuk istirahat sebelum bis datang.” Pikirku, sambil menyeka keringat di wajah.
Cukup banyak juga orang yang sedang menunggu bis di halte itu. Kucoba mencari celah kosong pada bangku yang disediakan. Sayang sekali, semua terisi penuh. Apa boleh buat, terpaksa aku menunggu sambil berdiri.
Sekilas aku menangkap pandangan heran dari beberapa orang yang menunggu di sana. Mungkin penampilanku terlihat aneh di mata mereka. Tinggal di negara dengan mayoritas penduduk beragama non muslim, mendapati pandangan aneh atas penampilan bukanlah suatu hal yang baru. Sehingga hal seperti itu tak perlu dihiraukan.
Menunggu dalam suasana gerah begini membuatku teringat kembali dengan kejadian di kelas bahasa Jepang pada musim panas tahun lalu. Walaupun kelas dimulai pada pukul 10.30, tapi di musim panas keadaannya hampir sama dengan pukul 12.00 siang.
*****
“Kyoo wa totem atsui desyo ne….” Kata sensei sambil membuka semua jendela lebar-lebar. Walaupun tersedia AC, namun tetap tidak bisa mendinginkan suhu panas saat itu. Agaknya AC itu sudah tua sehingga kurang berfungsi dengan baik.
“So desu ne…” Semua menjawab hampir bersamaan.
Sensei kemudian menatapku, “dengan pakaian serba tertutup begitu, apa tidak kepanasan?” Beliau menyatakan keheranannya atas pakaianku.
“Yah, cukup panas. Tapi tidak apa-apa.”
Walaupun peserta kelas ini perempuan semua termasuk juga sensei, tapi hanya aku yang berpakaian muslim. Yang lainnya berpakaian sesuai dress code musim panas, berbahan tipis menyerap keringat dan serba terbuka di sana-sini. Mungkin itulah yang membuat sensei heran terhadapku.
“Bagaimana kalau penutup kepalanya dibuka saja? Lumayan bisa mengurangi rasa gerah.” Sensei memberi saran padaku.
“Maaf sensei, saya tidak bisa melakukan itu.” Jawabku sambil tersenyum agar beliau tidak tersinggung
“Di kelas ini dulu juga pernah ada peserta yang berasal dari timur tengah. Seorang perempuan muslim dan juga memakai penutup kepala.” Ujar sensei. “Namun kain penutup kepalanya hanya diikatkan pada leher, sehingga mudah dibuka dan dipasang kembali. Kalau di dalam kelas, penutup kepala itu dibuka karena semuanya perempuan. Menurut dia, bila di dalam ruangan hanya perempuan, boleh saja menampakkan rambut.”
Sensei kembali menatapku. Sepertinya beliau dan teman-teman di kelas menunggu tanggapanku tentang ceritanya tersebut. Aku tahu saran sensei itu mengandung maksud baik, agar aku dapat merasa nyaman dalam ruangan yang panas seperti itu. Suhu panas di dalam ruangan insyaAllah masih bisa kutahan dan aku sudah memilih pakaian yang bahannya menyerap keringat. Dan semua yang ada di dalam ruangan itu non muslim kecuali aku. Menanggapi dengan alasan seperti itu rasanya kurang mengena bagi sensei dan teman lainnya.
Akhirnya akupun menjawab, “penutup kepala saya hanya dibuka saat di rumah dan dihadapan keluarga saja.”
“Kalau di rumah ada tamu, berarti juga berpakaian seperti ini?” tanya sensei. Sayapun mengangguk tegas. Senseipun diam, lalu mengalihkan pembicaraan.
Seandainya sensei bertanya, kenapa? Aku akan menjawab, “saya ingin disayang Allah dengan mengikuti perintahnya.” Dan dengan pakaian ini insyaAllah kesucianku akan selalu terjaga.
“…. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu…….” (Al Ahzab : 59)
*****
Bis yang ditunggu telah datang. Akupun bergegas antri untuk memasukinya. Alhamdulillah, bis siang itu tidak terlalu penuh sehingga aku masih mendapat tempat duduk. Pintu mulai ditutup dan bis perlahan-lahan mulai bergerak meninggalkan halte itu.
Wallahua’alam bisshowab.
Publikasi di eramuslim
Tuesday, August 29, 2006
Cacat Bukanlah Penghalang
Suatu ketika saya mendengar petugas kasir tidak terlalu jelas menyebutkan harga barang yang saya beli. Suaranya juga terdengar sedikit aneh. Hal itu membuat saya tertarik untuk memperhatikan petugas kasir tersebut. Sesaat saya tertegun, kemudian tersadar bahwa saya sedang dilayani oleh seorang kasir penyandang tunarungu. Sebelumnya saya belum pernah mengalami kejadian seperti ini karena saya memang jarang berbelanja di supermarket tersebut.
Setelah membayar harga barang-barang, saya menyempatkan untuk memperhatikan cara kerja petugas kasir itu dengan petugas lainnya (yang tidak cacat). Kesimpulan saya, tidak ada yang berbeda dengan cara mereka bekerja. Yang berbeda hanyalah saat mereka menyebutkan harga saja.
****
Pada hari yang lain saya berada dalam barisan antrian di depan ATM. Tanpa sengaja saya melihat ada anggota barisan yang memegang tongkat, dan sesekali mengetukkannya ke lantai. Setelah saya perhatikan lebih seksama, ternyata orang itu seorang tunanetra.
Mesin ATM di Jepang memang dilengkapi dengan suara operator. Namun tetap saja kita harus menekan tuts pilihan transaksi dan juga memasukkan angka. Lalu bagaimana cara orang itu memilih transaksi dan memasukkan angkanya? Pertanyaan itu seketika melintas di kepala saya.
Setelah saya berada persis di depan mesin ATM, tahulah saya jawabannya. Ternyata selama ini saya tidak memperhatikan bahwa ada mesin ATM yang juga dilengkapi dengan huruf Braille. Huruf yang biasa digunakan oleh para penyandang tunanetra.
****
Lain waktu saya harus menanyakan urusan administrasi di kantor asrama mahasiswa tempat kami tinggal. Saya tidak menyangka bahwa saya akan kembali dilayani oleh seorang penyandang cacat. Kantor administrasi itu ternyata juga menerima pekerja yang menyandang cacat tunarungu.
Petugas tersebut melayani saya dengan ramah. Tak beda dengan petugas lainnya. Dengan segala kemampuannya, petugas penyandang tunarungu itu berusaha memberi penjelasan yang sejelas-jelasnya atas pertanyaan saya. Cacat tunarungu tak menghalanginya untuk bersikap profesional dalam bekerja. Meskipun kemampuan bahasa Jepang saya masih jauh dari level advance, alhamdulillah saya merasa jelas dengan penjelasannya.
****
Pengalaman-pengalaman itu menyisakan pertanyaan di kepala saya Bagaimana para penyandang cacat tersebut dididik sehingga mereka mempunyai rasa percaya diri yang begitu besar untuk berbaur dengan orang normal? Bahkan berani bekerja memberikan pelayanan di tempat umum tanpa rasa minder? Tentu tidak mudah bagi mereka untuk melakukan hal itu.
Dari seorang teman, saya mendapatkan pencerahan atas pertanyaan tersebut. Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan psikologis penyandang cacat, adalah satu cara membangkitkan rasa percaya diri mereka. Dan keluarga sangat memainkan peran penting ini. Sehingga mempunyai anggota yang cacat tidak dirasa sebagai beban dalam suatu keluarga.
Sejak kecil para penyandang cacat diingatkan bahwa mereka tidak kalah berartinya bagi orang lain. Dengan kata lain, walaupun cacat mereka tetap bisa memberikan manfaat bagi orang lain di sekitarnya. Hal itu dapat menjadi motivasi bagi para penyandang cacat untuk optimis memandang masa depan. Subhanallah, sungguh suatu pelajaran hidup yang menarik. Karena kitapun selalu diajarkan untuk dapat memberi manfaat bagi orang lain.
Wallahu'alam bisshowab.
Publikasi di eramuslim
Monday, August 28, 2006
The Painter and Eye
Saya pernah mengamati seorang pelukis wajah (amatir). Mulai dari sketsa bentuk wajah, rambut, alis, hidung dan bibir tampaknya tidak terlalu susah untuk dikerjakan. Saat mengerjakan bagian-bagian tersebut boleh dikatakan, pelukis itu hampir tidak menggunakan penghapus. Sepertinya yang paling susah adalah membuat mata. Pelukis itu menggunakan penghapus berkali-kali untuk bisa membuat mata yang mirip dengan objek lukisannya. Itulah hasil pengamatan saya.
Dalam hati saya bertanya, "mengapa pelukis itu tampak kesulitan saat membuat mata?"
"Apakah pelukis wajah yang lain juga mengalami kesulitan dalam hal tersebut?"
"Mungkin karena mata adalah jendela jiwa. Mata yang membuat ekspresi pada wajah. Senang ataupun sedih, mata pun ikut berbicara. Dan mata juga yang menjadi jiwa pada lukisan wajah sehingga tampak lebih hidup." Saya mencoba mencari jawaban sendiri.
Bagaimana dengan anda, pernah mengamati pelukis wajah???
Sunday, August 27, 2006
Art Town Tsukuba
Thursday, August 24, 2006
Job Opportunity
****
Cerita lainnya, tentang seorang teman Jepang (IRT, usia mendekati 40an). Sebelum menikah pernah lama bekerja di suatu kantor, namun memutuskan berhenti sejak menikah. Sekarang beliau ini sudah dikaruniai 2 orang putra yang sudah duduk di sekolah dasar. Saya pernah bertanya, "apa ga pengen kerja kantoran lagi? Kan anak-anak sudah mulai besar." Beliau menggeleng tegas. "Saya sudah puas bekerja kantoran. Sekarang waktu dan pikiran saya sepenuhnya untuk keluarga dan kegiatan sosial." Beliau ingin memberi kesempatan bagi yang muda, fresh graduated dan penuh ide-ide kreatif yang bersaing di dunia kerja.
****
Teman ayah saya (sebut aja Mr. X) beda lagi ceritanya. Menjelang masa pensiun, Mr. X ini mulai membangun jaringan dengan aktivis-aktivis partai politik. Alasannya biar ada jalan untuk menjadi caleg setelah pensiun nanti. Mumpung masih ada waktu sebelum pemilu yang akan datang katanya. Rupanya Mr. X ini berniat menjadi anggota legislatif setelah pensiun dari pekerjaannya. Secara garis besar, beliau masih ingin tetap kerja kantoran walaupun sudah pensiun.
****
Dua cerita pertama, menggambarkan subjek ingin memberikan posisi yang sebelumnya mereka tempati di tempat kerja kepada orang lain. Bahkan pada cerita pertama, subjek berkeinginan menciptakan lapangan kerja bagi orang lain. Sebuah keinginan yang mulia. Apalagi mengingat meningkatnya angka pengangguran di tanah air, pemikiran seperti ini dapat menjadi solusi masalah pengangguran. Cerita ketiga, subjek adalah seorang yang mengabdikan hidupnya untuk bekerja, bekerja dan bekerja.
Ketiga cerita itu pada dasarnya tidaklah salah. Kitapun dianjurkan untuk bekerja dan berusaha seolah-olah kita akan hidup seribu tahun. Namun, ada hal lain yang juga perlu kita ingat bahwa hidup di dunia ini cuma sementara. Hidup kita di dunia ibarat musafir yang sedang dalam perjalanan menuju suatu tujuan. Dan dunia hanya sekedar tempat mampir, tempat kita mencari dan mengumpulkan bekal untuk dibawa ke kehidupan yang abadi. Dan sayapun sedang berusaha mengumpulkan bekal itu.
-(Terinspirasi dari bincang-bincang malam di Cibening)-
Tuesday, August 22, 2006
Bro-Kus
Waktu ke Bandung beberapa waktu yang lalu, saya kaget lho?! Bro-Kus ternyata sedang menjamur di setiap sudut kota kembang. Sama seperti kondisi rumah (baca : bilik) saya di Tsukuba yang sedang berjamur dimana-mana. Kalo ini mah, bukan karena trend. Yang ini emang efek musim panas, kelembaban udara dalam ruangan sangat tinggi jadinya jamur tumbuh subur. Walaupun sebelumnya udah disemprot pake anti jamur, tetap aja tumbuh cuma densitasnya berkurang. Tiap tahun pasti ada kejadian begini. Kalo bro-kus bakalan musiman ga ya??? *sambil mikir*
Balik ke bro-kus lagi ya...... Dapat info dari sodara dan temen-temen, ternyata sekarang emang sedang trend brownies yang dikukus. Kalo di Jepang, brownies masih dipanggang. Jadinya sodara-sodara pada bilang, "brownies di Jepang ketinggalan jaman!" Dan waktu di Bandung itu, kemanapun mata saya memandang, kok lagi-lagi ngeliat penjual bro-kus. Sepertinya bro-kus itu pada punya magnet yang bisa menarik mata orang. *smile* Biar penasaran ga berlanjut, ya udah tuh bro-kus dibeli.
Setelah dicicip, hmmm.........???!
Sunday, August 20, 2006
New Episode
Dua tahun yang lalu ayah bunda mengiringiku memasuki episode kehidupan baru dengan restunya. Berlayar mengarungi samudera kehidupan dengan bahtera rumah tangga, bersama nahkoda seorang lelaki sederhana yang insyaAllah terbaik untukku. Kini dindaku sayang juga telah memulai episode baru hidupnya. Bersama menggapai asa dan cita. Tunai sudah amanah ayah bunda kepada dua dari tiga orang putrinya.
Dindaku sayang, samudera yang diarungi tidaklah selalu tenang. Terkadang ombak dan badai datang menerpa bahtera. Pandai-pandailah menyiasatinya sehingga bahtera dapat terus berlayar menuju tujuan akhir cinta. Bila resah dan gundah hati melanda, janganlah ragu memohon petunjuk dari sang pemilik cinta. Percayalah, Dia akan menghalau resah dan menenteramkan hati dengan cara yang tak terduga.
Teriring sayang untuk : Yaya dan Reza, semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah.
Tuesday, July 11, 2006
Mudik H -1
Dijadwalkan pukul 6.20 bis akan bertolak menuju bandara. Semoga diri bisa sampai di terminal sebelum jadwal tersebut. Kemungkinan rasa ngantuk akan menyerang selama perjalanan ke bandara karena diri harus bersiap-siap sejak dini hari. Sesampai di bandara akan banyak prosedur yang harus dijalani sehingga dirasa tepat bila menggunakan waktu 2 jam perjalanan menuju bandara untuk memejamkan mata sejenak.
Bagi diri, ini adalah mudik pertama sejak menetap di negeri sakura. 2 tahun tidak melihat wajah negeri tercinta, akankah ditemui banyak hal yang berubah? Selama ini hanya mendengar berita negeri dari media online. Berharap wajah negeri mengalami kemajuan yang berarti.
****
"Bismillahi Tawakkaltu Alallahi Wa Laa Hawla Wa La Quwata Illaa Bilaah."
In the name of Allah, I have placed my trust in Allah, there is no might and no power except by Allah.
-(Do`a hendak keluar rumah)-
Friday, July 07, 2006
Start to count down
Tuesday, July 04, 2006
Tanabata Matsuri
Mendekati tanggal 7 Juli, di tempat-tempat umum (hampir di seluruh wilayah Jepang) seperti mal, supermarket, stasiun dan tepi jalan akan ditemui pohon bambu yang dihiasi dengan kertas warna-warni. Ada apakah gerangan??? Tanabata Matsuri yang menjadi jawabannya. Tanabata matsuri atau festival bintang adalah salah satu tradisi Jepang yang berdasarkan pada legenda China.
****
Alkisah dewa langit mempunyai seorang putri cantik yang bernama Orihime (putri penenun) dan dikenal sebagai bintang Vega. Setiap hari Orihime selalu menenun pakaian yang indah untuk ayahnya. Sang dewa pun sangat menyukai pakaian yang dibuat putrinya itu.
Suatu hari dewa melihat Orihime tidak menenun dan tampak sedih. Ternyata Orihime merasa jenuh selalu menenun. Akhirnya sang dewa mencarikannya seorang pemuda sebagai teman. Pemuda itu adalah Kengyuu (bintang Altair), seorang penggembala sapi yang rajin.
Orihime merasa senang sekali dan mereka pun saling jatuh hati. Mereka selalu berusaha untuk bertemu, hingga melalaikan pekerjaannya. Dewa tidak lagi memiliki baju-baju yang bagus untuk dipakai. Dan Kengyuu juga menelantarkan sapi-sapi piaraannya. Dewa mengingatkan tentang pekerjaan mereka, namun mereka tidak mengindahkan peringatan itu.
Melihat keadaan ini, sang dewa menjadi sangat murka. Sebagai hukuman, dewa memaksa mereka tinggal pada masing-masing sisi Ama no gawa (The Milky Way) yang berlawanan agar mereka tidak dapat bertemu satu sama lain.
Dipisahkan dari pujaan hatinya membuat Orihime sedih dan selalu menangis setiap hari. Dewa pun merasa kasihan sehingga ia memberikan harapan. Bila Orihime dan Kengyuu tetap berkerja keras, dewa memperkenankan mereka bertemu satu sama lain sekali setahun. Pada malam ketujuh bulan tujuh (kalender lunar), mereka bisa menyebrangi ama no gawa untuk saling bertemu. Dan bila malam itu hujan, ama no gawa banjir, maka magpies (sejenis burung air) akan membentangkan sayapnya menjadi jembatan temporer bagi Orihime dan Kengyuu.
*****
Berdasarkan legenda tersebut, setiap tanggal 7 Juli orang –orang Jepang merayakannya dengan menggantungkan kertas (disebut tanzaku) berisi pengharapan pada pohon bambu yang diberi hiasan warna-warni. Pohon bambu itu disebut sasa. Tanggal 7 bulan 7 dipercaya sebagai hari keberuntungan. Perayaan tanabata terbesar tiap tahun diadakan di Sendai (Miyagi prefecture) dan untuk regional kanto diadakan di Hiratsuka (Kanagawa prefecture). Bila perayaan berakhir (biasanya sampai Obon matsuri/Festival arwah), sasa dihanyutkan ke sungai untuk menjauhkan mereka dari kesialan.
Mengapa memohon harap hanya pada satu waktu dengan menulis tanzaku dan menggantungnya pada sasa??? Padahal ada tempat yang lebih layak untuk memohon harap. Dia maha melihat dan maha mendengar. Selemah apapun suara hati, Dia pasti akan mengetahuinya. Dan Dia maha tahu apa yang terbaik bagi kita. Hanya padaNya kita memohon harap. (-dari berbagai sumber-)
Friday, June 30, 2006
Summer Holiday Plan
Han san, berencana mulai menulis paper berdasarkan data yang telah dia kumpulkan. Dia mentargetkan sebelum akhir tahun ini paper tersebut bisa submit ke jurnal. Raufel san (yang belum lama tiba di Tsukuba) akan mengikuti Summer Class Japanese. Sun san berencana mengikuti driving school untuk mengisi liburannya. Saya sendiri akan berangkat ke lapangan (di Kochi prefecture, pulau Shikoku) selama seminggu, mengumpulkan data penelitian. Setelah itu dilanjutkan dengan analisis dan membuat tulisan untuk persiapan seminar di Ehime (pulau Shikoku juga) bulan September nanti.
Fukushima sensei tidak banyak berkomentar tentang rencana kami, kecuali rencana Sun san. Sensei menyatakan keberatannya atas rencana tersebut. Bahkan cenderung melarang. Menurut sensei, "Terlalu riskan bila pelajar asing mengendarai mobil di Jepang. Terutama yang baru belajar atau baru bisa menyetir. Walaupun punya driving license, kalau terjadi pelanggaran akan dikenai sanksi yang berat."
Sensei juga sempat bertanya, "mengapa ingin belajar mengendarai mobil di sini? Biaya pelatihannya kan cukup mahal. Kalau tidak ada alasan yang benar-benar urgent, sebaiknya jangan. Toh bersepeda juga praktis."
Saat itu terlihat sekali sensei benar-benar keberatan dengan rencana Sun san itu. Keberatan itu sudah pasti berlaku juga untuk saya. Karenanya saya jadi perlu berpikir lagi kalau ingin punya mobil di sini. Lagi pula, untuk perjalanan jauh (seperti ke Tokyo) dirasa memang lebih praktis bila menggunakan kendaraan umum. Untuk transportasi di dalam Tsukuba, sementara ini cukup bersepeda atau memanfaatkan jasa bis kampus dan bis lain yang tarifnya murah meriah. *smile*
(-Luki-)
Wednesday, June 28, 2006
Rujak Made in Japan
Sewaktu masak dan makan siang bersama teman-teman Jepang, rujak menjadi pilihan sebagai dessert. Tapi jangan membayangkan rujak yang kami buat ini sama dengan rujak yang ada di Indonesia. Karena buah-buahan yang digunakan disesuaikan dengan ketersedian yang ada di sini. Dengan buah nanas, timun, apel dan kiwi, jadilah "rujak made in Japan." Tapi rasa bumbunya tidak jauh berbeda, karena bahan-bahan untuk bumbu rujak tersedia di sini. *smile*
Walaupun rujak terkenal di Indonesia, ternyata berbeda dengan di Jepang. Hanya sedikit orang Jepang yang mengenal rujak. Untuk makanan sejenis itu (baca : yang menggunakan saus kacang) mereka lebih mengenal gado-gado. Menurut mereka, rujak jarang ditemui di food court dan restoran-restoran Indonesia. Salah seorang teman (orang Jepang) yang pernah mencicipi rujak sewaktu tinggal di Indonesia bilang, dia beli rujak dari tukang rujak pakai gerobak dorong yang lewat di depan rumah. Oo... saya mengerti sekarang, kenapa rujak kalah terkenal dibanding gado-gado??? Ternyata belum banyak rujak yang masuk restoran. Tapi apakah memang benar begitu??? Saya sendiri (waktu di Indonesia) kalau ingin makan rujak, selalu menunggu tukang rujak lewat di depan rumah. Rasanya memang tidak pernah makan rujak di food court atau di restoran. Jadi tidak sempat memperhatikan apakah ada menu rujak di food court atau restoran yang pernah saya singgahi. Kalau menu gado-gado, memang lebih sering ditemui. Bahkan restoran Indonesia yang ada di Jepang juga menawarkan gado-gado sebagai salah satu menunya.
Terlepas dari kekurang populernya di luar Indonesia, orang Jepang yang pernah makan rujak mengaku agak heran dengan rasa saus kacangnya. Campuran cabe, bawang putih, kacang tanah, asam, garam dan gula merah ternyata bisa membentuk cita rasa yang sedap. Ini sangat berbeda dengan bumbu masakan Jepang. Menurut teman-teman itu, tidak ada masakan Jepang yang mempunyai rasa lengkap manis, asam, asin dan pedas. Misalkan sushi, ikan mentah dengan kepalan nasi yang rasanya asam manis, kemudian saat makan dicelupkan pada syoyu (kecap asin) yang berasa asin. Atau sashimi, ikan mentah yang dimakan juga menggunakan syoyu, jadi rasanya hanya asin.
Rujak hanya salah satu dari sebagian banyak makanan Indonesia. Namun hal itu mengingatkan saya bahwa makanan Indonesia memang kaya rasa dan kaya buah-buahan.
Wednesday, June 21, 2006
When I`d Taken a Trip by Bus
Note : ini pengalaman Shinta. Kalau buat Luki, sepertinya naik bus keliling kota OK-OK aja tuh...
Thursday, June 15, 2006
A Note from Charity for Yogya
Sebagai wujud kepedulian terhadap bencana yang terjadi di Yogya dan Jateng, beberapa waktu lalu diadakan kegiatan penggalangan dana untuk korban gempa. Kegiatan tersebut dilaksanakan selama dua hari, berlokasi di sekitar Tsukuba Center. Walaupun pada hari kedua cuaca kurang bersahabat (seharian Tsukuba diguyur hujan) namun kegiatan tetap dilangsungkan. Hanya saja waktu pelaksanaannya lebih singkat dibanding hari pertama. Apresiasi warga Tsukuba terhadap kegiatan ini juga baik. Karena selama kurang lebih seminggu sejak gempa itu terjadi, berita tentang gempa tersebut selalu ditayangkan di TV Jepang. Termasuk pula berita tentang lambannya penyaluran bantuan bagi korban gempa. Sehingga tidak susah menjelaskan kepada mereka tentang kondisi korban di lokasi gempa.
Tahun lalu, kegiatan serupa juga pernah diadakan untuk membantu korban tsunami Aceh. Tetapi dalam format yang berbeda. Kegiatannya bersamaan dengan Tsukuba Int`l Fair ‘05, dimana 20 % hasil penjualan (makanan) disumbangkan bagi korban tsunami Aceh. Namun dana yang berhasil dikumpulkan dari kedua kegiatan (untuk Yogya maupun Aceh) relatif sama.
Waktu penggalangan dana untuk Aceh, panitia harus melakukan banyak pekerjaan. Mulai dari rapat persiapan sampai hari pelaksanaannya harus bergantian stand by di tenda melayani pengunjung. Tapi untuk Yogya berbeda, panitia yang bekerja pun tidak perlu banyak orang. Karena format kegiatannya hanya menyediakan kotak sumbangan dan memajang foto-foto kondisi Yogya setelah diamuk gempa. Bagi yang tertarik untuk menyumbang, silahkan datang langsung ke kotak sumbangan.
Sekilas, kegiatan ini hampir sama seperti (maaf) pengemis yang meminta-minta di pinggir jalan. Hanya saja tujuannya yang berbeda, dalam hal ini mengemis untuk membantu orang lain bukan untuk kepentingan sendiri. Jadi kasarnya bisa disimpulkan bahwa mengemis untuk menbantu orang lain, derajatnya lebih mulia. Dan derajat kemuliaan manusia dapat dilihat dari sejauh mana dirinya bermanfaat bagi orang lain. Seperti hadist riwayat Bukhari, “Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.”
Mari kembali ke topik penggalangan dana. Melihat dana yang berhasil dikumpulkan selama dua hari itu, tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga, hanya menunggui kotak sumbangan saja dan juga tidak perlu keahlian khusus, hasilnya sama dengan berjualan makanan (yang memerlukan keahlian marketing dan tata boga) di tenda selama dua hari. Pantas saja jumlah peminta-minta di tanah air belakangan ini meningkat. Tak heran kalau sering dijumpai para peminta-minta yang sebenarnya masih muda, kuat dan sehat. Mungkin karena tidak punya keahlian, mereka memilih jadi pengemis. Atau mungkin juga karena kemalasan.
Namun harus selalu diingat bahwa, apapun yang kita kerjakan jangan terlalu mengutamakan hasil. Yang diutamakan adalah niat dan usaha. Seperti juga orang Jepang yang selalu berujar “ganbare....!!” atau “ganbatte.... !!” Itu semua untuk memotivasi agar selalu berusaha dengan baik. Hasilnya sukses ataupun gagal, itu urusan belakangan. Yang penting berusaha dulu.
Saturday, June 10, 2006
Demam World Cup 2006
Genderang World Cup 2006 (WC 2006) telah dibunyikan sebagai tanda dimulainya perhelatan kompetisi sepak bola paling bergengsi di dunia. Sebanyak 32 negara akan berlaga untuk menjadi pemenang. Bahkan Montenegro yang baru memproklamirkan pemisahan dengan Serbia (21 Mei yang lalu) juga tak ketinggalan, meskipun di WC 2006 ini mereka berjuang dalam satu tim. Tidak hanya di Jerman (tuan rumah), gemanya pun sampai ke seluruh dunia. Bisa dipastikan, selama sebulan kedepan kita akan disuguhi segala sesuatu yang berbau WC 2006. Pecinta sepak bola ataupun tidak, suguhan itu akan tetap ada.
Bagi para pecinta sepak bola, moment ini adalah saat yang paling ditunggu-tunggu. Bahkan salah satu rumah sakit besar di Bandung, sengaja menyediakan pesawat TV bagi petugas jaga kamar jenazah agar bisa menyaksikan acara ini. Tempat-tempat keramaian pun, memanfaatkan moment ini untuk menarik pengunjung. Semua jadi ikut `demam WC 2006`.
Namun harap berhati-hati dengan demam yang satu ini. Sebagaimana diketahui, sebagian besar pertandingannya disiarkan secara langsung oleh stasiun TV yang memegang hak siar WC 2006. Bagi yang tinggal di negara asia timur/tenggara, termasuk Indonesia dan Jepang, acaranya disiarkan mulai tengah malam yang notabene adalah waktu istirahat. Bagi para pecinta sepak bola, jangan sampai produktivitas kerja terhambat atau menurun akibat nonton WC 2006. Gara-gara nonton, jadi kesiangan dan ide-ide kreatif yang sering muncul pagi-pagi jadi ngabur semua !!
Ataukah perlu adanya perubahan jam biologis khusus bagi pecinta sepak bola?? Jam kerja dipindah, yang awalnya pagi - sore dirubah jadi sore – malam. Terus tengah malam dilanjutkan nonton sampai selesai. Pagi sampai siang menjadi waktu istirahat. Kalau begini, jadi seperti pekerja shift malam ya?! Atau seperti kelelawar?!
Tuesday, June 06, 2006
SMAP vs Michael Jackson
Di acara tadi malam, ceritanya SMAP sedang latihan untuk persiapan acara apa gitu. Mereka ga sadar kalau sedang ditonton oleh Michael Jackson. Selesai latihan, Jacko langsung tepuk tangan dan menghampiri mereka. Surprise...!!! Mereka benar-benar ga nyangka didatangi superstar. Sepertinya personil SMAP juga ngefans sama Jacko. Mereka sampai perlu bertanya berkali-kali, apakah yang datang itu Jacko beneran?? Atau orang lain yang berdandan ala Jacko. Berkali-kali Jacko menjelaskan bahwa, “ I`m Michael Jackson from USA.” Tapi tetap saja para personil SMAP balik nanya, “hontou???” Sepertinya mereka belum percaya bahwa yang berdiri dihadapan mereka itu benar-benar Jacko. Kami yang nonton, jadi ketawa-ketiwi melihat ekspresi personil SMAP itu.
Aku jadi teringat sama acara penggemar ketemu artis idolanya (baca : Mimpi kali yee...) yang pernah ditayangkan di salah satu stasiun TV. Hanya saja, acara tadi malam ini yang ketemu kebetulan sama-sama artis. Aku rasa hampir semua orang mengenal Michael Jackson. Dan SMAP sendiri, juga salah satu boyband terkenal di Jepang. Salah satu personilnya Takuya Kimura, juga terkenal di Indonesia. Jadi sebenarnya ga heran kalo mereka ketemu, toh sama-sama penyanyi. Kebanyakan orang, kalau bertemu dengan artis idolanya pasti heboh, histeris dan melakukan tindakan-tindakan lain yang mengekspresikan kegembiraan mereka saat itu.*geleng-geleng kepala* Tapi SMAP ga tuh... Mereka ga menjerit histeris ataupun bertingkah `nggilani` (bahasa Jawa, maaf kurang tahu apa artinya yang pas dalam bahasa Indonesia).
Waktu masih di Yogya, aku juga pernah ketemu Adam SO7. Waktu itu, aku jajan di samping kampus pertanian dan Adam juga sedang jajan di sana sama temannya. Aku lihat dia, dan dia juga lihat sambil tersenyum. Aku balas senyum lagi. Ga papalah... sedekah *smile* Udah begitu aja. Pikirku dia kan manusia, sama seperti aku. Kenapa harus bertingkah berlebihan kalo ketemu?? Tapi sempat heran juga, kok orang terkenal kaya dia mau-maunya jajan di pedagang K5?? Mungkin aja dia juga berpikir, toh sama-sama manusia?!
“Jadilah manusia yang paling baik di sisi Allah. Jadilah manusia paling buruk dalam pandangan dirimu. Dan jadilah manusia biasa dihadapan orang lain.” (HR Ali bin Abu Thalib ra).
Friday, June 02, 2006
About language : Gengo no koto
Tadi siang saya diundang makan siang di rumah Ishikawa san. Today`s menu was chicken curry, hmm....it was delicious. Bukan cuma saya saja, ada beberapa teman lainnya yang diundang juga. Salah satunya tetangga Ishikawa san. Aduuh, siapa ya namanya?! Susah mengingat nama (terutama orang asing), kebiasaan yang jelek nih :( Tapi nama anaknya ingat kok, Aoi chan. Sebut aja mamanya Aoi :D
Mamanya Aoi ini orang Jepang asli tapi tidak terlalu bisa berbahasa Jepang sebagaimana layaknya orang Jepang lainnya. Beliau malah lebih fasih berbahasa Spanyol (Spanish, Espanol). Lha kok bisa begitu??? Ternyata sejak lahir sampai remaja, beliau ini bermukim di Dominika (salah satu negara Amerika Latin). Wajar saja kalau lebih fasih karena bahasa Spanyol adalah bahasa nasional di Dominika. Selain bahasa Portugis, Spanyol adalah bahasa yang dominan di Amerika Latin.
Bicara tentang bahasa Spanyol, saya jadi teringat dengan salah satu teman waktu ikut kelas Japanese, namanya Darira Montearegule. Darira san ini berasal dari Nicaragua, negara Amerika Latin yang juga berbahasa Spanyol.
Di sela-sela pelajaran Japanese, biasanya sensei sering ngajak cerita atau tanya-tanya tentang kebiasaan di negara muridnya. Kadang juga membandingkan dengan kebiasaan di Jepang. Suatu waktu, sensei tanya tentang bahasa. Orang Jepang menyebut negaranya Nihon/Nippon, dan bahasanya Nihon go. Lalu Darira san (yang lebih dulu ditanya) menjawab negaranya Nicaragua, bahasanya Spanish. Berikutnya teman-teman yang dari China menjawab, negaranya China dan bahasanya Chinese. Lalu tibalah giliran saya, negara saya Indonesia dan bahasanya Indonesia.
Sewaktu memberi jawaban itu, terbersit rasa bangga di hati saya. Bagaimana tidak bangga?? Walaupun negara kita pernah dijajah oleh 4 negara (Portugis, Inggris, Belanda dan Jepang), masing-masing dengan bahasa yang sangat berbeda namun bangsa kita berhasil mempertahankan bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional. Sensei juga sempat bertanya, “apa Nicaragua tidak punya bahasa asli?” Menurut Darira san ada, tapi hanya orang-orang tua yang tahu. Generasi mudanya hanya mengenal bahasa Spanyol.
Bersyukurlah saya, karena bahasa Indonesia tidak tergeser oleh perubahan jaman, tetap dipakai sejak dulu hingga sekarang.
Thursday, June 01, 2006
Father`s day
Lain lagi di Korea (Korsel,maksudnya), di sana tidak ada hari ibu maupun hari ayah. Yang ada hari orang tua. Tanggalnya, lupa euy.....:( Padahal waktu itu pernah dikasih tahu. Alkisah dulu di Korea, hari ibu dan hari ayah diperingati terpisah. Tapi sekarang dijadikan satu hari. Alasannya biar anak-anak bisa kasih hadiah ke ortu-nya pada hari yang sama. Kalo harinya terpisah, trus salah satu aja yang dapat hadiah, takutnya yang satu lagi bisa ngiri kali yaa....:D :D
Ceritanya, tahun ini aku pengen kasih hadiah buat babe. Mau kasih surprise gitu lhoo....Tapi belum ada ide niiih... Mau ngasih apa ya? Sebenarnya toko-toko dan supermarket sudah banyak menawarkan pilihan hadiah, tapi kok belum ada yang sreg dengan hatiku.
Pernah sambil bercanda aku tanyain, "kalo ada yang mau kasih hadiah, babe pengen dikasih apa?"
Jawabnya, "Emangnya siapa sih yang mau kasih hadiah? Trus dalam rangka apa?"
Lhaa... jadi bingung aku ngejawabnya. Tar kalo diceritain jadi ga surprise dong.... :)
Aku bilang aja, "Maybe someone wanna give U a present."
"Baru `mungkin` kan??! Berarti bisa iya or ga dong...!"
Tambah bingung deh aku. Maksudnya pengen ngorek, eh malah tambah ga jelas.
Ya udah, ntar sambil jalan dipikirin deh....
*Chichi no hi : father`s day
Tuesday, May 30, 2006
Yogya berduka
Sabtu (27/5/06) pagi kami dikejutkan dengan berita bahwa telah terjadi gempa di Yogyakarta. Yang terpikir olehku saat itu, secepatnya telpon Adek (yang sekarang sedang berada di Yogya). Beberapa kali aku coba menghubungi no HP Adek, namun hanya terdengar suara operator yang mengatakan bahwa nomor tersebut tidak bisa dihubungi. Akhirnya aku putuskan untuk menghubungi telopon rumah ortu saja.
Alhamdulillah.... Adek selamat. Kabar itu kudapat dari orang di rumah yang berhasil kontak dengan Adek. Tak henti aku berucap syukur kepada Allah. Ternyata saat itu jalur telpon memang sedang terganggu akibat gempa. Waajar saja aku sulit untuk menghubunginya. Walaupun barang-barang di kamarnya jadi berantakan akibat gempa, namun yang terpenting Adek selamat.
Belakangan ini yang menjadi kekhawatiran adalah aktivitas gunung Merapi yang berada di bagian utara Yogya. Namun Allah maha kuasa atas segala sesuatu. Saat perhatian tertuju pada bahaya Merapi, mudah saja bagiNya untuk mendatangkan bencana dari arah yang berlawanan. Yah, episentrum gempa itu berada di laut selatan pulau Jawa, yang tidak seberapa jauh dari Yogya. Daerah Yogya yang berdekatan dengan pantai bisa dipastikan menderita kerusakan paling parah dan menelan korban jiwa paling banyak.
Kejadian ini merupakan warning bagi kita semua. Peringatan atas segala tindakan yang telah dilakukan. Peringatan atas segala kerusakan yang telah dilakukan. Juga peringatan atas segala maksiat yang telah dilakukan.
Namun dibalik bencana ini pasti ada hikmah besar yang bisa kita petik. Seperti sabda Rasulullah :
"Janganlah kamu sekalian terlalu bersedih dan tetaplah berbuat kebaikan karena dalam setiap musibah yang menimpa seorang muslim terdapat penghapusan dosa bahkan dalam bencana kecil yang menimpanya atau karena sebuah duri yang menusuknya."
Friday, May 26, 2006
Lemon Muffin
“Jangan cepat nyerah kalo hasilnya ga seperti yang diharapkan. Semakin sering dicoba, bakalan semakin pinter.” Begitu pesan bundaku tercinta, kalo aku ngeluhin kegagalanku dalam hal masak-memasak. Pesan itu bikin aku tetap semangat buat nyobain resep-resep baru. Yeah... learning by doing. Thanks mom! :)
Buat yang pengen coba bikin “Lemon Muffin”, silahkan simak resep di bawah ini.
Bahan A : 100 gr butter, 100 gr gula pasir, 2 butir telor, 200 gr tepung terigu, 10 gr baking powder, 100 cc susu cair.
Bahan B (lemon syrup) : 1 buah jeruk lemon, 100 gr gula pasir, 200 cc air.
Cara membuatnya :
1.Buat lemon syrup, jeruk diiris tipis kurang lebih 3 mm, campurkan dengan air dan gula. Lalu panaskan sampai volume air menjadi setengahnya (100 cc), ambil airnya dan sisihkan. Irisan lemon jangan dibuang, dipakai untuk hiasan permukaan muffin.
2. Kocok butter sampai menjadi cream, tambahkan gula dan kocok sampai putih.
3. Masukkan telor satu persatu, kocok lagi sampai mengembang.
4. Masukkan tepung yang sudah dicampur baking powder sedikit demi sedikit, selingi dengan menambahkan susu. Kocok hingga rata dengan kecepatan rendah.
5. Tambahkan lemon syrup, aduk lagi sampai rata.
6. Siapkan muffin cup. Lalu isi dengan adonan sampai ⅔ cup.
7. Panggang dengan suhu 180˚C, selama 20 menit. Lalu letakkan irisan lemon pada tiap permukaan muffin dan panggang lagi selama 5 menit dengan suhu yang sama.
Ada tips nih... sebaiknya telor, butter dan susu cair (kalo sebelumnya disimpan di lemari es), sebelum dikocok didiamkan sebentar biar suhunya sama dengan suhu kamar. Tujuannya buat apa ya??? Soalnya ga dijelasin tuh di buku :(
*yoku ganbatteita : sudah berusaha dengan baik
Thursday, May 25, 2006
Wapres dan PM Jepang
Wapres Jusuf Kalla memang berada di jepang sejak Rabu (24 Mei 2006) untuk melakukan pertemuan dengan PM Koizumi dan juga mengikuti serangkaian kegiatan Konferensi Int`l ke-12 The Future of Asia. Ternyata di sela-sela pertemuan dengan wapres,PM Koizumi menanyakan tentang kondisi gunung Merapi. Beberapa minggu terakhir ini, berita gunung Merapi yang sedang giat “beraktivitas” memang menghiasi berita-berita yang ada di media massa. Tidak hanya media dalam negri, tapi juga sampai ke mancanegara.
Kalau pertanyaan itu diajukan hanya sekedar untuk berbasi-basi dengan bapak wapres sebagai pelengkap pertanyaan “How are you?”, mungkin kesannya biasa saja. Tapi coba kita lihat dari sisi lain. Negara Jepang yang hampir setiap tahun mendapat bencana alam (gempa, tsunami, badai typhoon dll) selalu menyiapkan anggaran untuk penanggulangan korban bencana alam tersebut. Bahkan mereka selalu menolak bantuan dari negara lain bila terjadi bencana. Itulah bukti keseriusan pemerintah Jepang dalam mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Rakyat Jepang juga mengalami kesengsaraan hidup sewaktu perang dunia kedua. Mungkin lebih parah dibanding Indonesia yang saat itu juga sedang berjuang untuk kemerdekaan. Namun mereka tidak berlarut-larut dalam kesusahan. Mereka langsung bangkit, memulai sendi-sendi kehidupannya dari nol. Sekarang kita bisa melihat hasilnya.
Mungkin itu contoh yang harusnya ditiru oleh pemerintah kita. Karena Indonesia juga merupakan negara yang rawan bencana alam. Kalau bencana seperti gempa, tsunami dan gunung meletus mungkin memang susah diprediksi kapan terjadinya.Tetapi bencana tahunan seperti banjir , sampai sekarangpun belum ada solusinya. Padahal banjir sudah sejak dulu terjadi, termasuk di ibukota Jakarta. Kalau hal ini dibiarkan, setiap tahun yang diurusi itu-itu saja, mungkin bangsa kita akan butuh waktu lebih lama lagi untuk maju.
"....Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri..... " (QS 13 :11).
Sunday, May 21, 2006
TBIC Cup
Thomas & Uber Cup 2006 yang diselenggarakan di Jepang sudah berakhir, dan timThomas Indonesia kalah telak 0-3 oleh tim China di semi final. Waah.. tahun ini gagal lagi masuk final seperti 2 tahun yang lalu. Kalo tim Uber Indonesia kemana aja ya....??.
Karena semangat Thomas Cup masih ada, teman-teman berencana ngadain kejuaraan TBIC Cup (TsukuBa Int`l Center). Disebut TBIC Cup karena tempatnya minjam lapangan badminton indoor di TBIC termasuk peralatannya (net, raket dan shuttle cock). Lumayan bisa pinjam gratis, karena ada "orang dalam". Arigatou, buat "orang dalam" yang dah ngusahain tempat dan peralatannya.
Kejuaraan diadakan selama 1 hari dari pagi sampe sore, mulai dari babak penyisihan, semi final dan final. Berbeda dengan kejuaraan thomas & Uber Cup yang memerlukan waktu berhari-hari, TBIC Cup cukup satu hari saja. Karena sebelumnya sudah diadakan proses seleksi. Seleksi yang dimaksud adalah siapa saja yang bisa main badminton dan siapa saja yang bisa datang ke TBIC pada hari kejuaraan berlangsung. Memang siihh setelah diseleksi, ga banyak yang bisa ikutan tapi lumayanlaah....
Pemenang kejuaraan ini mendapatkan hadiah sebagai berikut :
- Tubuh tambah segar dan bugar
- Keringat banyak bercucuran
- Karena jarang olahraga, malamnya badan pegel-pegel semua.... :D
Kejuaraan ini ditutup dengan makan bersama (tapi bayar sendiri-sendiri) di kantin TBIC.
Tuesday, May 16, 2006
Tsukuba Int`l Fair 2006
Irashaimasee... Irashaimasee... Indonesia no ryouri ikaga desu ka?? (Silahkan datang.... Silahkan datang.... Ingin nyobain makanan Indonesia ga??, begitu kira-kira artinya).
Kalimat tersebut diteriakkan dengan semangat oleh teman-teman yang berada di sekitar stand makanan Indonesia. Seperti tahun lalu, tahun ini pelajar Indonesia kembali ikut berpartisipasi dalam event Tsukuba Int`l Fair yang berlangsung selama dua hari, 13-14 Mei 2006. Event ini adalah kegiatan tahunan yang diadakan oleh Tsukuba Cultural Foundation yang bertujuan untuk menjalin persahabatan dan saling mengenalkan kebudayaan antar negara. Partisipan yang menjadi peserta adalah organisasi-organisasi warga asing yang ada di Tsukuba dan sekitarnya. Termasuk pula Indonesia.
Sebagian besar stand memperkenalkan sekaligus menjual makanan khas negaranya. Seperti tahun lalu, stand Indonesia juga didominasi oleh beraneka ragam makanan khas Indonesia. Serta memamerkan beberapa cinderamata dan barang-barang kesenian. Beberapa orang panitia yang bertugas di stand Indonesia juga mengenakan pakaian daerah untuk menarik perhatian pengunjung dan semakin meramaikan stand.
Hari pertama, pengunjung tidak terlalu ramai karena pada hari tersebut hujan mengguyur kota Tsukuba sejak pagi hingga malam. Cuaca juga lebih dingin daripada biasanya, yang mungkin menyebabkan warga Tsukuba enggan untuk keluar rumah.
Syukurlah hari kedua cuaca lebih bersahabat dan pengunjung pun lebih ramai. Warga Indonesia yang tinggal di sekitar Tsukuba juga banyak yang datang.
Sekali merengkuh dayung, 2 – 3 pulau terlampau. Mungkin peribahasa tersebut dapat dipakai untuk menggambarkan fungsi event ini. Karena walaupun tinggal satu kota namun karena berbagai kesibukan, tidak setiap hari atau setiap minggu warga Indonesia yang tinggal di sekitar Tsukuba bisa bertemu. Event ini selain untuk mengenalkan Indonesia juga berfungsi sebagai ajang saling silaturahmi antar warga Indonesia. Bahkan ada salah seorang teman yang sudah 3 tahun menetap di Tsukuba, tapi baru tahu kalau orang Indonesia yang tinggal di Tsukuba ternyata banyak juga. Tidak hanya yang berprofesi pelajar atau pekerja, tapi juga ada yang menikah dengan warga Jepang.
Semoga event-event seperti ini bisa semakin mengenalkan Indonesia dan dapat memberi kesan baik dihati warga Jepang dan warga asing lainnya.
Foto-foto lainnya bisa dilihat di http://6310.teacup/masyarakat_indonesia_ibaraki_jepang/bbs
Monday, May 08, 2006
Tsukuba Science City
Science City, itulah julukannya. Julukan itu bukan sembarang julukan. Tercatat ada 46 lembaga penelitian dan pendidikan nasional yang berada di Tsukuba. Serta beberapa lembaga penelitian swasta. Lembaga tersebut bergerak dalam berbagai bidang seperti antariksa dan ruang angkasa, elektronik, bioteknologi, agriculture, teknologi informasi, teknik sipil dan konstruksi, ilmu lingkungan, juga ilmu bumi dan energi. Tak heran bila tiap sisi jalan utama di Tsukuba selalu ditemui lembaga penelitian. Didirikannya Universitas Tsukuba juga semakin melengkapi kota ini sebagai “Science City” terbesar di Jepang. Di kota inilah kami tinggal sejak medio 2004. Kota modern yang asri. Modern dalam sarana dan prasarana kota, namun tetap asri dengan pemandangan hijau.