Showing posts with label languages. Show all posts
Showing posts with label languages. Show all posts

Tuesday, March 15, 2016

5 Languages of Love

Lama banget ga update blog yang satu ini. Kebetulan dapat artikel yang menarik dan ingin terarsip di sini. Biar sekalian bisa dibaca orang lain.

Kenapa saya bilang artikel menarik? Karena bahasa cinta adalah poin penting dalam membina hubungan yang baik. Baik itu hubungan dengan pasangan, orang tua dan anak ataupun pertemanan. Kalau dalam psikologi, cintalah yang menjadi energi penopang hidup kita.

Agar cinta dapat diungkapkan dengan tepat, perlu mengerti bahasa cinta apa yang dipakai dalam suatu hubungan. Lalu bagaimana caranya mengetahui bahasa cinta dalam suatu hubungan? Bisa langsung bertanya, melihat atau merasakan apa yang membuat bahagia serta marah.

Seorang pakar pernikahan, Dr. Gary Chapman menulis buku fenomenel yang berjudul 5 Languages of Love. Apa saja bahasa-bahasa itu? Yuuk kita lihat satu per satu.

#1 Words of Affirmation.
Ternyata tidak semua orang merasa tindakan lebih penting dari kata-kata. Ada sebagian orang yang menjadikan “kata-kata penguatan” sebagai bahasa utama dari cinta. Kata-kata penguatan umumnya hadir dalam bentuk pujian tulus dari pasangan, yang mengatakan bahwa betapa Anda sangat berarti untuknya. Orang dengan tipe ini menyukai kata “I Love You” dan tidak akan pernah bosan walaupun diucapkan berulang-ulang setiap hari. Sebuah pujian dan sebaris kata-kata yang menyenangkan dapat menghadirkan hari yang cerah untuk orang dengan tipe ini.

#2 Quality Time.
Orang dengan tipe ini menyukai kebersamaan, yakni menghabiskan waktu dan beraktivitas bersama, sebagai sarana utama mengungkapkan kasih sayang. Bertemu setiap hari, bahkan 24 jam sehari, tidak akan membosankan untuk tipe “Quality Time”. Kata-kata “I Love You” bukanlah yang utama karena kehadiran secara fisik berada di puncak segalanya. Tapi, perlu diingat bahwa “sekedar ada di sana” sangatlah berbeda dengan “benar-benar menikmati kebersamaan”. Jadi, matikan televisi dan jauhkan gadget Anda saat menghabiskan waktu dengan orang tipe ini.

#3 Receiving Gifts.
Orang dengan tipe “Receiving Gifts” harus dibedakan dengan orang yang materialistis. Menerima hadiah sebagai sebuah bahasa cinta berarti bahwa orang tidak melihat harga barang yang diberikan, melainkan melihat makna simbolis, ketulusan, dan upaya yang ada di baliknya untuk menghadirkan hadiah tersebut. Orang yang masuk dalam tipe ini sangat menghargai apabila orang lain mengingat hari-hari spesialnya, misalnya ulang tahun, hari jadian atau ulang tahun pernikahan. Ia juga tidak menolak menerima hadiah-hadiah kecil sesekali.

#4 Acts of Service.
Dalam tipe ini, bahasa cinta yang utama adalah pelayanan dan kesediaan untuk melakukan sesuatu. Jadi, jangan heran jika pasangan Anda gembira bukan main saat Anda rela menggantikannya menyiram tanaman atau mencuci pakaian. Kesediaan untuk berkorban, baik waktu maupun tenaga, berarti segalanya bagi orang dengan tipe ini. Kata-kata yang paling senang didengar adalah, “Biarkan saya melakukannya untukmu.” Lupakan sejenak tentang pengorbanan hiperbolik seperti “saya rela menyeberangi sungai dan membelah lautan untukmu.” Lakukanlah hal-hal kecil untuk orang dengan tipe ini dengan penuh perhatian untuk memenangkan hatinya.

#5 Physical Touch.
Orang dengan bahasa cinta “sentuhan fisik” tidak melulu mengaitkan segala aktivitas dengan urusan ranjang. Hanya saja, perlu sentuhan fisik untuk membesarkan hatinya atau untuk sekedar menenangkannya saat ia pusing menghadapi hari-harinya. Pelukan, tepukan di pundak, dan usapan di kepala adalah cara untuk menunjukkan cinta kepada orang dengan tipe ini. Hadiah yang paling disukai oleh pasangan dengan tipe ini adalah pelukan hangat disertai ciuman manis.

So, gunakanlah bahasa cinta yang tepat dalam hubunganmu. Dan di atas itu semua, lakukanlah bahasa cinta tersebut dengan kontak mata (saling menatap). Karena dari mata akan turun ke hati. Apa-apa yang disampaikan dengan hati akan langsung menyentuh hati.

Semoga bermanfaat.

source : laman FB Psikologi Kepribadian.

Wednesday, April 18, 2007

Mistranslate

Istilah bahasa asing bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kadang kala terdengar agak aneh. Sering kali kita tetap menggunakan istilah bahasa asing tersebut dalam percakapan sehari-hari walaupun ada terjemahannya. Contohnya seperti HaPe (Hand Phone), dalam bahasa Indonesia disebut "telepon genggam" tapi orang-orang (termasuk saya) tetap aja menyebutnya Hape.

Berikut ini ada sedikit cerita tentang terjemahan yang terdengar aneh atau mungkin bisa disebut juga terjemahan yang salah.

*****
Kira-kira dua minggu yang lalu saya diminta mewawancarai seseorang (perempuan) untuk mengecek (level) kemampuan berbahasa Indonesia. Yang saya cek adalah orang Jepang yang sebelumnya sudah pernah belajar dan tinggal di Indonesia:)

Pertanyaannya mulai dari siapa namanya, lalu saya pun memperkenalkan diri trus ditambah basa-basi nanyain kabar. Namanya Ibu Oka**** Trus berlanjut ke pertanyaan berikut ini.
Saya : "Sejak kapan ibu belajar bahasa Indonesia?"
Oka**** :"Saya belajar waktu saya tinggal di Jakarta."
Saya : "Oo... ibu sebelumnya pernah tinggal di Jakarta ya?!"
Oka**** : "Ya, saya tinggal di Jakarta Selatan."
Saya : "Berapa lama ibu tinggal di Jakarta?"
Oka**** : "Setengah empat tahun."
Saya : "Haa...:-/ Maksud ibu?" Sambil mencoba mengecek kemampuannya untuk menjelaskan statement yang dia sebutkan.
Oka**** : "Iya, empat setengah tahun." Keukeuh sama jawabannya.:-

Kelihatannya dia sulit menjelaskan jadi terpaksa pertanyaannya diganti deh....
Saya : "Waktu itu, tahun berapa ibu pindah dari Jepang ke Indonesia?"
Oka**** : "Tahun 1994."
Saya : "Pas musim apa?"
Oka**** : "Musim gugur."
Saya : "Lalu kapan kembali ke Jepang lagi?"
Oka**** : " Musim semi tahun 1998."
Saya : "Wakarimashita...... ";))

Lanjut sama pertanyaan berikutnya ya...
Saya : "Ibu ke sini naik apa?"
Oka**** : "Naik kereta."
Saya : "Berapa lama perjalanannya?"
Oka**** : "Hmm... 25 menit. Saya naik kereta lokal jadi cukup lama."
Saya : "Ibu berangkat dari rumah menuju stasiun jam berapa?"
Oka**** : "Kira-kira jam setengah...... Juichi ji han:-/, bahasa Indonesianya jam setengah dua belas bukan ya?!" Dia balik bertanya.
Saya : "Ya, betul sekali."
Trus lanjut sama pertanyaan lain yang lebih menuntut dia supaya bicara lebih banyak.

Ternyata ibu Oka**** itu menyamakan cara menyebutkan jam dan tahun. Kalau jam 11.30 memang biasa disebut setengah dua belas. Tapi 3,5 tahun tidak lazim disebut setengah empat tahun.
*****

Suami saya baru dapat kenalan baru, orang Jepang yang pernah tinggal di Indonesia juga. Trus dia ngajak makan malam sama-sama, istrinya juga ikut jadi saya diajak juga (kalo ditawari makan, saya sih nggak nolak....:P). Singkat cerita, kita janjian ketemu di Tsukuba Center. Ndilalah... Istrinya mendadak ga bisa ikut. Ya udah, setelah ngomong-ngomong sebentar akhirnya kita pergi ke restoran sushi tanpa istrinya.

Kita makan sambil ngobrol tentang Indonesia. Mungkin lebih tepatnya orang itu bernostalgia, menceritakan pengalaman-pengalamannya waktu tinggal di Indonesia. Bahkan dia dan istrinya juga menikah di Jakarta. Tapi nikahnya tetap dengan orang Jepang, bukan orang Indonesia ;)

Trus dia cerita bahwa setahun yang lalu dia dan istrinya liburan ke Singapura. Pengennya mampir juga ke Jakarta.
Dia : "Tapi istri saya takut ke Indonesia waktu itu."
Suami : "Eh... Kenapa takut?":-/
Dia : "Karena waktu itu sedang ada ayam masuk angin."
Suami & saya : "Hee... Apa?":-O
Saya : "Maksud bapak, tori infuruenza? Flu burung?"
Dia : "Oo... tori infuruenza kalo diterjemahkan jadi flu burung ya?! Kirain, ayam masuk angin.":DB-)
Kita (termasuk dia juga) : "Hahaha...... "=))
*****


Note :
  • Wakarimashita : sudah mengerti.
  • Juichi ji han : jam 11.30.
  • tori infuruenza : flu burung dalam ejaan bahasa Jepang.

Friday, March 09, 2007

Arti Nama

“Apalah arti sebuah nama,” Begitu yang diucapkan oleh William Shakespeare. Saya sendiri kurang setuju dengan ungkapan tersebut[-)[-X Pemberian nama (orang, badan usaha ataupun organisasi) tentu membawa misi dan juga harapan (do’a). Tak heran,sebelum seorang anak dilahirkan, para orang tua pun menyiapkan nama yang mempunyai makna tertentu. Dan dalam ajaran Islam, memilihkan nama yang baik untuk anak memang dianjurkan.Tidak hanya orang Indonesia, nama orang Jepang juga memiliki arti. Terutama nama kecil (given name), dicari yang mempunyai arti yang baik. Kalau nama keluarga tentu saja tidak bisa diubah, diturunkan apa adanya.

Contohnya teman saya memberi nama anaknya “Julia”. Selain berarti lahir di bulan Juli juga mempunyai arti dalam bahasa Jepang. “Ju” berasal dari kanji senju (mutiara), “li (ri)” dari furusato (asal, kampung halaman) dan “a” dari ajia (asia). Jadi artinya, mutiara dari asia. Kedua orang tuanya berharap, di (benua) manapun nanti Julia berada dia tetap ingat asalnya dari asiaO:)

Selain mempunyai arti yang baik, nama orang Indonesia juga kadang disesuaikan dengan urutan dalam keluarga. Misalnya Ika, Dwi, Tri… dan seterusnya. Suatu kali, saya memperkenalkan teman yang bernama Ika pada teman Jepang. Awalnya teman Jepang itu menunjukkan respon biasa saja. Tapi saat kami bertemu lagi (tanpa Ika) dia bertanya pada saya, “Ika itu nama yang terkenal di Indonesia?”
“Ya, banyak orang Indonesia yang bernama Ika.”
Ada artinya?” Lanjutnya ingin tahu:-/
“Artinya satu. Biasanya orang yang bernama Ika adalah anak pertama. Selain itu juga ada Dwi dan Tri yang berarti dua dan tiga.”
“Apa tadi, Tori?” Dia bertanya lagi:-/
“Ya, Tri.” Dalam ejaan bahasa Jepang, Tri menjadi Tori.
“Ee… ada Ika trus Tori. Dalam bahasa Jepang itu nama-nama binatang.” Dia menjelaskan sambil tertawa=))

Saya baru mengerti kenapa dia tertarik dengan nama Tri itu. Memang ika berarti cumi-cumi dan tori berarti burung. Tak pelak lagi, saya pun ikut tersenyum menyadari hal itu:D
Ada lagi nama yang terkenal di Indonesia yaitu Ari.” Lanjut saya. Tawanya pun meledak kembali karena ari berarti semut=))

“Kalo di Jepang, Taro nama yang terkenal kan?!” Saya bertanya lagi.
“Betul sekali,” katanya.
“Di Indonesia juga ada Taro.”
“Ee… yang benar?” Dia bertanya dengan ekspresi takjub:-/:-O
“Di Indonesia, Taro itu merk snack yang biasa dikonsumsi anak-anak.”;))
“Oo…kirain nama orang. Soalnya di Jepang itu nama untuk anak laki-laki. Omoshiroi ne (menarik ya?!), kosakata satu bahasa ada juga yang sama dengan bahasa lain walaupun mempunyai arti yang berbeda."*-:)
"Iya ya..." ujar saya mengiyakan. Begitu kesimpulan kami dari obrolan tersebut.

Ngomong-ngomong, snack Taro itu sekarang masih ada ga ya??:D

Wednesday, February 07, 2007

Toilet Kaki Tangan

Apa yang tercetus dalam pikiran anda ketika membaca judul di atas?
Toilet untuk mencuci kaki dan tangan kah :-/

Seorang teman (orang Indonesia) bercerita bahwa di Malaysia ada yang disebut “toilet kaki tangan” Teman tersebut sudah bertahun-tahun tinggal dan bekerja di Malaysia. Awalnya dia pikir, itu toilet khusus untuk orang-orang yang mau berwudhu. Tapi kemudian dia berpikir lagi, wudhu juga perlu mencuci muka, mengusap sebagian rambut dan membasuh kuping juga kan?!

Lalu "toilet kaki tangan" itu, maksudnya toilet apa :-/

Walaupun bahasa melayu yang dipakai di Malaysia hampir sama dengan bahasa Indonesia tapi ada beberapa kata/istilah yang berbeda konteks penggunaannya. Toilet kaki tangan ini kalau kita artikan dengan bahasa Indonesia, mungkin saja berarti toilet khusus untuk mencuci kaki dan tangan. Namun dalam bahasa melayu Malaysia, toilet itu maksudnya adalah toilet khusus untuk staf atau karyawan. Staf only, begitu lho maksudnya…:D

Memang benar “kaki tangan” juga berarti staf. Tapi dalam bahasa Indonesia, istilah tersebut berkonotasi negatif. Misalnya kaki tangan perampok atau kaki tangan teroris. Sama-sama berarti staf, karyawan atau anak buah tapi konotasinya berbeda dengan “kaki tangan” bahasa Malaysia.

Kebayang deh, kalau tinggal di Malaysia pasti banyak istilah-istilah yang bikin lucu karena berbeda konteks pemakaiannya dengan bahasa Indonesia. Dan mungkin saja, ini juga berlaku bila orang Malaysia mendengar bahasa Indonesia ;))

Friday, January 19, 2007

Kendala Bahasa (part 2)

Terima kasih buat yang sudah koar-koar meminta saya untuk update cerita. Terima kasih juga buat yang sudah rajin mampir ke blog ini, walaupun waktu mampir menelan kecewa karena belum menemukan cerita baru. Semoga teman-teman masih bersedia menyapa saya.


Posting-an kali ini masih berkaitan dengan kendala bahasa. Seperti kata mama Dilla, kendala no 1 kalau tinggal di negeri orang itu adalah bahasa.

Waktu di Indonesia, saya tidak mempermasalahkan tempat-tempat umum yang tidak dilengkapi petunjuk dalam bahasa inggris atau bahasa asing lainnya. Mungkin karena masih di negeri sendiri sehingga hal itu tidak dianggap sebagai masalah yang penting. Saat itu tidak terpikirkan oleh saya, apa pentingnya petunjuk yang diterjemahkan dalam berbagai bahasa.

Begitu juga waktu saya tinggal di Jogjakarta yang berhati nyaman, saya belum juga menyadari arti pentingnya. Padahal di kota gudeg itu selalu dijumpai orang asing yang lalu lalang, terutama di jalan Malioboro. Tak pernah terpikirkan oleh saya, bagaimana bila orang asing itu tersasar? Mengertikah mereka dengan petunjuk-petunjuk di tempat umum bila yang tertera hanyalah penjelasan dalam bahasa persatuan bahasa Indonesia? Hal-hal itu sama sekali tak pernah melintas di pikiran saya.

Masa-masa awal tinggal di Tsukuba saya juga tidak mengerti petunjuk -petunjuk yang berbahasa Jepang. Kalo kebetulan berada dekat dengan information center, kemungkinan besar bakalan dapat penjelasan berbahasa inggris. Nah.... masalahnya tidak setiap tempat umum ada petugas informasi yang bisa cas cis cus berbahasa inggris. Sedangkan saya sendiri juga belum bisa cas cis cus berbahasa Jepang. Petunjuk-petunjuk yang dipasang di pinggir jalan pun, sebagian besar ditulis dengan huruf kanji. Padahal pelajaran bahasa Jepang yang saya dapat baru huruf hiragana dan katakana. Bagaimana mau mengerti, huruf-hurufnya saja tidak bisa dibaca. Repot kan?!

Setelah menjadi orang asing di negeri orang, barulah terasa pentingnya petunjuk yang diterjemahkan (paling tidak) dalam bahasa inggris.

Thursday, December 14, 2006

Kendala Bahasa

Kemarin saya ditanya oleh Mr. Boss.

Japanese version
Mr. Boss : "Senkyo no kekka wa do?”
Saya : “Ee... nan kekka?”:-/
Mr. Boss : “Aceh no senkyo wo yatteita, ne?!”
Saya : “Aa... Election?!"/:)
Mr. Boss : "So. Kekka wa do?”
Saya : “Daijoubu to omoimasu.”

Versi Indonesia
Mr. Boss : “Hasil pemilihannya gimana?”
Saya : “Ee... Hasil apa?”>?”:-/
Mr. Boss : “Di Aceh ada pemilihan kan?!”
Saya : “Aa... Pemilihan (Pilkada) ya?!.”/:)
Mr. Boss : “Ya, gimana hasilnya?”
Saya : “Saya kira ga ada masalah.”
*****

Berita pilkada di Aceh ternyata diliput media Jepang juga. Sampai-sampai Mr. Boss nanyain. Mungkin karena tahu saya orang Indonesia, makanya beliau nanyain itu. Sebenarnya saya tidak terlalu mengikuti perkembangan hasil pilkada di Aceh. Yang saya tahu bahwa, wakil dari GAM sementara ini memimpin perolehan suara.

Waktu ditanya tentang itu, sebenarnya saya ingin cerita banyak. Pengen bilang bahwa rakyat Aceh banyak yang mendukung wakil dari GAM dibanding parpol lainnya. Saya juga pengen bilang bahwa GAM juga sudah menyatakan tunduk dalam konstitusi NKRI. Tapi saya tidak punya vocabulary japanese yang cukup untuk bercerita seperti itu :(( Akhirnya saya jawab saja, “daijoubu to omoimasu.” Garing ga siih...?!:-S

Ternyata kemampuan bahasa jepang saya sejauh ini masih terbatas pada vocab percakapan sehari-hari. Saya belum bisa mengembangkan percakapan ke arah topik yang lebih serius atau spesifik, seperti contoh di atas.

Bahasa memang sering menjadi kendala dalam komunikasi. Apalagi kalau tinggal di negeri orang yang bahasanya berbeda sekali dengan bahasa kita. Tidak jarang, aktivitas tersendat karena kendala bahasa. Contohnya seorang teman yang sedang sakit, tapi tidak pergi ke rumah sakit. Padahal penyakit kalau dibiarkan bisa tambah parah kan?! Waktu ditanya kenapa, jawabnya “ga bisa ngomongnya.” Waah.... gawat nih!!@-)

So, kesimpulannya harus lebih banyak belajar lagi;)


Friday, June 02, 2006

About language : Gengo no koto


Tadi siang saya diundang makan siang di rumah Ishikawa san. Today`s menu was chicken curry, hmm....it was delicious. Bukan cuma saya saja, ada beberapa teman lainnya yang diundang juga. Salah satunya tetangga Ishikawa san. Aduuh, siapa ya namanya?! Susah mengingat nama (terutama orang asing), kebiasaan yang jelek nih :( Tapi nama anaknya ingat kok, Aoi chan. Sebut aja mamanya Aoi :D

Mamanya Aoi ini orang Jepang asli tapi tidak terlalu bisa berbahasa Jepang sebagaimana layaknya orang Jepang lainnya. Beliau malah lebih fasih berbahasa Spanyol (Spanish, Espanol). Lha kok bisa begitu??? Ternyata sejak lahir sampai remaja, beliau ini bermukim di Dominika (salah satu negara Amerika Latin). Wajar saja kalau lebih fasih karena bahasa Spanyol adalah bahasa nasional di Dominika. Selain bahasa Portugis, Spanyol adalah bahasa yang dominan di Amerika Latin.

Bicara tentang bahasa Spanyol, saya jadi teringat dengan salah satu teman waktu ikut kelas Japanese, namanya Darira Montearegule. Darira san ini berasal dari Nicaragua, negara Amerika Latin yang juga berbahasa Spanyol.
Di sela-sela pelajaran Japanese, biasanya sensei sering ngajak cerita atau tanya-tanya tentang kebiasaan di negara muridnya. Kadang juga membandingkan dengan kebiasaan di Jepang. Suatu waktu, sensei tanya tentang bahasa. Orang Jepang menyebut negaranya Nihon/Nippon, dan bahasanya Nihon go. Lalu Darira san (yang lebih dulu ditanya) menjawab negaranya Nicaragua, bahasanya Spanish. Berikutnya teman-teman yang dari China menjawab, negaranya China dan bahasanya Chinese. Lalu tibalah giliran saya, negara saya Indonesia dan bahasanya Indonesia.

Sewaktu memberi jawaban itu, terbersit rasa bangga di hati saya. Bagaimana tidak bangga?? Walaupun negara kita pernah dijajah oleh 4 negara (Portugis, Inggris, Belanda dan Jepang), masing-masing dengan bahasa yang sangat berbeda namun bangsa kita berhasil mempertahankan bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional. Sensei juga sempat bertanya, “apa Nicaragua tidak punya bahasa asli?” Menurut Darira san ada, tapi hanya orang-orang tua yang tahu. Generasi mudanya hanya mengenal bahasa Spanyol.
Bersyukurlah saya, karena bahasa Indonesia tidak tergeser oleh perubahan jaman, tetap dipakai sejak dulu hingga sekarang.