Monday, November 27, 2006

Pembeli Adalah Raja

Pembeli adalah raja. Hampir semua orang mengenal ungkapan ini, terutama orang-orang yang berkecimpung di dunia perdagangan. Begitu berartinya pembeli bagi penjual, sehingga pembeli perlu diperlakukan seperti seorang raja. Interaksi antara penjual dan pembeli pula yang menentukan maju atau tidaknya gerakan roda perdagangan. Penjual butuh pembeli agar barang dagangannya laku. Begitu pula sebaliknya, untuk membeli kebutuhan orang harus berhubungan dengan penjual.

Bila dibandingkan antara penjual dan pembeli, kemungkinan lebih banyak pembeli. Karenanya, pembeli bisa memilih dengan penjual yang mana dia akan bertransaksi. Pilihan itu biasanya berdasarkan pada pelayanan yang diberikan oleh penjual, harga dan kualitas barang yang akan dibeli. Tetapi tidak semua penjual bisa memilih pembeli. Di sini terjadi persaingan para penjual dalam merebut hati pembeli. Masing-masing penjual harus menemukan strategi dan trik untuk membuat pembeli tertarik dengan barang dagangannya. Tidak hanya membuat tertarik tetapi juga berusaha menjual dagangan. Dan tujuan jangka panjangnya tentu saja membuat pembeli itu menjadi pelanggan tetap.

Suatu waktu, saya menemani seorang teman yang hendak berbelanja ke counter yang menjual bahan makanan vegetarian. Petugas counter menyambut dengan sikap santun dan ramah ketika kami datang. Selain berbelanja, kami juga banyak bertanya tentang barang yang mereka jual, termasuk pula tentang harga. Memang bila dibandingkan dengan bahan makanan biasa, harganya lebih mahal. Namun pelayanan yang mereka berikan sangat memuaskan. Sampai saat kami akan pulang, petugas itu juga mengantarkan sampai keluar pintu dan menunggu sampai kendaraan kami bergerak, barulah dia kembali ke dalam. Petugas itu melayani kami seolah-olah kami adalah raja. Begitu terkesannya sehingga kami tidak ragu akan kembali berbelanja di sana walaupun harus membayar lebih mahal.

Ada pula kejadian lain sewaktu saya sedang mencari alat tulis di sebuah toko buku yang besar. Toko buku itu terkenal lengkap di seluruh tanah air. Harga yang mereka tawarkan juga cukup bersaing. Saya mencari alat tulis yang bisa dipakai untuk menggambar di kertas kalkir. Karena tidak terlalu tahu dengan alat tulis untuk menggambar, sayapun bertanya pada pramuniaga yang sedang merapikan rak alat-alat tulis. Lalu apa yang saya dapatkan? Jawaban yang jelas dan sikap ramah? Tidak, melainkan wajah datar hampir masam, tanpa senyum ramah dan jawaban ketus. Itulah yang saya dapatkan. Kecewa? Jelas saya merasa kecewa karena berharap mendapatkan pencerahan atas ketidak tahuan saya serta mendapat perlakuan yang ramah dari pramuniaga itu. Bukankah sebagai pembeli, saya berhak mendapatkan pelayanan yang baik? Akhirnya saya memilih sembarang alat tulis yang bisa dipakai menggambar. Lalu secepatnya keluar dari toko buku itu.

Pelayanan atau service, menurut saya sangat penting peranannya dalam keberhasilan menjadikan pembeli sebagai pelanggan tetap. Pembeli menuntut pelayanan yang memuaskan dari penjual. Harga akan menjadi urusan kedua bila pelayanan memuaskan.

Wednesday, November 08, 2006

Autumn I'm in Love

“Di antara empat musim di negara beriklim sub tropis (termasuk jepang), musim apa yang paling disukai?”

Pertanyaan di atas pernah diajukan kepada saya. Dan ketika itu saya menjawab, musim semi. Alasannya karena di musim semi pohon-pohon kembali menumbuhkan daunnya dan hampir semua bunga bermekaran. Suhu udara juga tidak ekstrim dingin dan tidak ekstrim panas. Chodo ii... Kata orang Jepang.

Tapi setelah melewati pergantian musim selama beberapa tahun tinggal di Tsukuba, tahun ini pandangan saya sedikit berubah. Sekarang saya tidak hanya menyukai musim semi tetapi juga musim gugur. Lha kok bisa?!

Suhu udara musim gugur relatif sama dengan musim semi. Tapi bukan itu yang bikin saya jatuh cinta dengan musim gugur. Daun pohon yang berubah warna dari hijau menjadi kuning, coklat muda atau merah (dalam bahasa Jepang = Kouyo suru) terutama di penghujung musim. Lalu di bawahnya daun-daun kering yang berguguran tertiup angin menghampar bagaikan permadani. Dan saya sangat menikmati pemandangan itu di musim gugur tahun ini. Entah itu pohon di sepanjang jalan yang saya lewati maupun pohon yang ada di sekitar gedung asrama yang sekarang saya tempati. Indah dan mempesona sehingga membuat saya jatuh cinta. Walaupun ada juga daun yang tetap hijau sepanjang tahun karena tidak terpengaruh dengan panjang hari yang berubah, itu tidak mengurangi keindahan pemandangan di musim gugur.

Cukup mengherankan juga, kenapa saya baru sadar setelah melewati tiga kali musim gugur? Padahal waktu musim gugur pertama, saya sempat melancong ke Kyoto. Di ibukota kerajaan Jepang 1200-an tahun yang lalu itu, daun-daun juga berubah warna. Gunung dan bukit yang mengelilingi kota Kyoto juga terlihat berwarna merah. Indah, begitu kesan saya saat itu. Tapi belum mampu membuat saya jatuh cinta

Apa pepatah jawa “witing tresna jalaran saka kulina” juga berlaku untuk musim? Musim gugur yang sebelumnya saya anggap biasa saja, lama-lama membuat saya suka. Masa sih, karena itu?!

Ataukah karena musim gugur sebelumnya saya masih tinggal di apato. Yang cukup jauh dari taman yang banyak pohon. Saat memandang keluar yang terlihat gedung apato dan mansion lainnya. Sehingga tidak menyadari keindahan musim gugur?
Entahlah, saya tak tahu. Yang jelas, ciptaan-Nya begitu indah. Dia mengatur siklus pergantian musim dengan sempurna. Dia memberikan kenangan indah musim gugur sebelum pohon-pohon menjadi gundul di musim dingin.

The end of autumn’06.


Sunday, November 05, 2006

Mengapa Perlu Berdo'a?

Seorang teman (orang Jepang) baru saja pulang penelitian dari Indonesia. Dengan antusias dia menceritakan pengalamannya selama sebulan di Indonesia. Termasuk pula cerita tentang para responden yang telah dia wawancarai untuk data penelitiannya. Dari sekian banyak cerita, ada satu hal yang belum dimengerti dan belum bisa diterima logikanya. Mengapa banyak orang yang berkata, berdoa memohon petunjuk agar pekerjaan mudah dan lancar? Kalimat itu sering dia dengar selama berhubungan dengan responden penelitiannya. Dan dia agak merasa aneh ketika mendengar kalimat seperti itu.

Orang Jepang sudah terbiasa bekerja keras untuk mencapai keberhasilan. Mereka tidak mempunyai kebiasaan berdo’a sebelum dan sesudah bekerja. Yang selalu ditekankan dalam kehidupan mereka adalah ganbarimasu, ganbare atau ganbatte kudasai (berusaha melakukan yang terbaik). Ungkapan itu yang selalu diucapkan ketika mereka bekerja atau pada saat menghadapi suatu hal yang sulit.

Dalam kehidupan sehari-hari, mereka juga tidak memasukkan ritual berdoa. Seperti saat bangun tidur, hendak makan, hendak keluar rumah, hendak belajar ataupun saat melakukan berbagai macam pekerjaan lainnya. Unsur religius hampir tidak ada dalam kehidupan sehari-hari. Tidak pernah saya mendengar, mereka menyarankan berdoa supaya selamat serta pekerjaan menjadi mudah dan lancar. Semboyan berusaha dan berdo’a, tidak berlaku bagi mereka. Mungkin itulah yang menyebabkan teman saya tersebut belum mengerti hubungan berdoa dengan kemudahan dan kelancaran pekerjaan.

Bila mereka menemui kesulitan dalam kehidupannya ataupun mendapatkan kegagalan dalam suatu pekerjaan, mereka tidak mempunyai tempat yang pantas untuk mengadu. Mereka tidak menyadari bahwa ada Allah, kekuatan ghaib yang bisa menghilangkan segala kesulitan.

Berbeda dengan orang yang selalu menggantungkan hidupnya pada pertolongan Allah, tentunya tidak merasa aneh bila harus selalu berdo’a setiap sebelum memulai pekerjaan. Dalam keadaan apapun, kita selalu mengharapkan pertolongan dan ridho Allah. Baik dalam keadaan lapang maupun sempit, dalam keadaan senang maupun sedih, dalam keadaan mudah maupun sulit. Dan itu terwujud dari setiap do’a yang kita ucapkan. Mulai dari bangun tidur sampai kemudian tidur kembali, tak terhitung berapa banyaknya do’a yang telah kita panjatkan. Baik itu yang terucap di mulut ataupun yang hanya terucap di dalam hati.

Kepada siapa lagi kita mengadu saat dilanda kegelisahan ataupun kesulitan? Siapa lagi yang pantas dijadikan tempat memohon dan meminta pertolongan? Siapa lagi yang berhak menjadi tempat tautan hati di kala senang maupun sedih? Jawabannya tidak lain hanyalah Allah.

“.... Berdo’alah kepada-Ku niscaya akan Kuperkenankan bagimu ....” (QS. Al-Mu’min : 60).

Do’a adalah sarana yang paling tepat bagi seorang makhluk untuk berhubungan langsung dengan Sang Khalik, Allah SWT. Berdo’a merupakan bukti kelemahan kita sebagai makhluk. Walaupun kita (manusia) telah diciptakan paling sempurna dibanding makhluk lainnya namun sejak saat lahir, kelemahan dan keterbatasan juga menyertai kita. Tanpa pertolongan sang pencipta, kita sama sekali tak berdaya. Kita sangat membutuhkan pertolongan Allah. Kita sangat bergantung dan tergantung kepada Allah.

Sesuai hadist Rasulullah : “Jika engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, bahwa jika semua manusia berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatu, mereka tidak akan mampu memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatu kecuali yang telah Allah tetapkan untukmu.”

Sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu berdo’a mengharap pertolongan-Nya. Hanya Dia yang dapat memberikan jalan keluar atas segala kesulitan dan Dia pula yang dapat merealisasikan segala impian serta memilihkan yang terbaik bagi kita. Allah Maha Kuasa, Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan do’a.


Publikasi di kota santri.com