Wednesday, September 16, 2009

Berpuasa

"Kok ga makan?" Murakami san menyapa saya saat istirahat siang.
"Saya puasa."
"Ooo...puasa. Berhubungan dengan agama dan Tuhan ya?!" Dia bertanya lagi.
"Iya betul."
Orang Jepang juga mengenal aktivitas puasa. Biasanya dilakukan oleh biarawan atau biarawati. Hanya saja tidak sebulan penuh seperti umat Islam.

"Puasanya hari ini saja kan?!"
"Tidak, tapi selama satu bulan penuh." Saya yakin akan ada pertanyaan berikutnya.
"Hhaahh... satu bulan?!" Ekspresi keterkejutan terpancar jelas dari matanya yang membesar. " Apa badanmu nanti ga sakit? Bagaimanapun, tubuh kan butuh kekuatan dari makanan kan?! Dan kamu tetap beraktivitas seperti biasanya!" Pertanyaan beruntun seperti ini sudah saya duga akan keluar.
"Aah... tidak apa-apa. Berpuasa kan saat siang, kalau malam bisa makan seperti biasa. Saya sudah berpuasa sejak umur 8 tahun lho... Kamu lihat sendiri kan, sampai sekarang saya baik-baik saja?!" Saya mencoba menghapus kekhawatiran di wajahnya.
"Wah, rasanya susah dipercaya. Satu bulan berpuasa dengan aktivitas yang tidak berubah, tapi kondisi tubuh tetap baik-baik saja." Keheranan terpancar jelas dari wajahnya.

Hmm... Sepertinya saya harus menjelaskan secara logis, agar dia tidak memandang puasa sebagai rutinitas keagamaan yang tak masuk di akal.
"Ya, untuk beraktivitas kita memang butuh tenaga. Di beberapa bagian tubuh kan ada penumpukan lemak. Saat tidak ada makanan yang masuk, tubuh akan menggunakannya sebagai sumber tenaga. Penumpukan lemaknya akan berkurang, bisa menyehatkan badan kan?!" Mungkin saja dengan penjelasan seperti ini bisa diterima logikanya.

"Haa... masih susah saya percaya. Yang saya bayangkan, kalau tidak makan badan akan lemas dan tidak kuat bekerja." Raut tak percaya terpancar dari wajahnya.
"Ya sudah, bagaimana kalo kamu mencoba berpuasa saja?" Sambil tersenyum saya coba menantangnya. "Saya saja sudah melakukannya sejak kecil lho..."
"Aaa... Tidak, tidak. Rasanya saya tidak akan kuat seperti kamu." Dia tertawa sambil menggelengkan kepalanya.