Showing posts with label around me. Show all posts
Showing posts with label around me. Show all posts

Thursday, February 13, 2014

Asisten, PRT atau bibik?

Salah satu kegiatan awal bulan bagi kebanyakan ibu-ibu adalah arisan. Termasuk saya. Walaupun saya berusaha selektif terhadap ajakan arisan. Hanya yang menurut saya perlu saja yang diikuti. Contohnya adalah arisan RT di komplek perumahan. Alasan perlu ikut arisan RT adalah agar bisa bertemu (silaturahim) dan update berita seputar tetangga dan lingkungan tempat tinggal. Bagaimanapun, tetangga adalah saudara terdekat. Karena sebagian besar ibu-ibu tetangga saya termasuk sibuk sehingga agak sulit menyediakan waktu untuk ngobrol. Jadi saat arisanlah waktunya ngobrol dengan tetangga.

Yang mau saya ceritakan di sini bukanlah tentang teknis dan acara arisan. Kalau hal itu sudah bisa ditebak. Kumpulkan uang, kocok-kocok, taraaa.... Ketahuan deh siapa yang dapat?! Namun saya ingin berbagi tentang obrolan di saat arisan terakhir ini. Topiknya tentang asisten rumah tangga atau sering juga disebut si bibik.

Salah satu tetangga agak kerepotan setelah asistennya berhenti bekerja. Sebelumnya dia memakai jasa dua orang asisten. Yang satu nginap dan satu lagi pulang-pergi. Dan sekarang keduanya berhenti, walaupun tidak bersamaan. Otomatis, sang ibu kerepotan mengurusi pekerjaan rumah dan anak-anak. Hingga sempat sakit karena kelelahan.

Jaman sekarang, keberadaan asisten rumah tangga bisa dikatakan sebagai kebutuhan semi primer. Ini untuk kehidupan mayoritas kota-kota di Indonesia ya. Karena sering kita temukan, keadaan rumah jadi berantakan karena tidak ada asisten atau si bibik berhenti. Karena tidak ada orang yang membantu merapikan rumah serta mengurus anak-anak. Kalau soal makanan, masih bisa beli di luar.

Saya jadi ingat ibu-ibu di Jepang. Mereka mengurus anak dan rumah tangga sendiri tanpa bantuan asisten. Sama seperti di sini, alat-alat rumah tangga sudah serba listrik. Sehingga bisa mengerjakan lebih dari satu pekerjaan dalam satu waktu. Jadi asisten memang tidak terlalu dibutuhkan. Dan terkadang sang ibu juga bekerja di luar rumah. Bila anaknya belum usia sekolah, dititipkan di day care. Sama kan, di sini juga ada penitipan anak?!  Lalu mengapa kita di sini seperti lumpuh bila tanpa asisten?!

Wednesday, November 27, 2013

Pengamen Jalanan

Sering lihat pengamen jalanan kan?! So pasti. Pengamen hampir selalu ada di setiap tempat. Di dalam kendaraan umum, di persimpangan lampu merah ataupun di beberapa warung makan. Dari yang usia anak-anak sampai orang tua.

Awalnya saya berpikir, orang-orang menjalani profesi sebagai pengamen demi sesuap nasi. Mereka tidak punya keahlian untuk pekerjaan lain sehingga terpaksa mengamen untuk menafkahi hidupnya. Itulah kenapa musik dan lagu yang mereka nyanyikan terkadang tidak terdengar bagus. Alat musik yang mereka gunakan kadang juga sangat sederhana sekali. Ada yang berupa kecrekan dari tutup-tutup botol yang diberi pegangan kayu, atau botol plastik bekas yang diisi (seperti) pasir kaca. Namun ada juga yang menggunakan alat musik sebenarnya seperti gitar, harmonika, suling serta perkusi. Apapun alat musik yang mereka gunakan, sebutannya tetap pengamen.

Sekarang pengamen bukan hanya untuk mecukupi nafkah tapi banyak yang menjadikannya sebagai batu loncatan untuk menjadi penyanyi profesional. Lihat saja ketika audisi pencarian bakat, tak sedikit pengamen yang ikut mendaftar. Walaupun dengan kemampuan yang sangat pas-pasan mereka percaya diri mengikuti audisi tersebut. Mereka berharap walaupun tidak terpilih sebagai finalis, paling tidak wajahnya dan penampilannya ditonton banyak orang sehingga bisa menjadi terkenal (selebritis baru).

Fenomena pengamen jalanan yang menjadi juara ajang pencarian bakat, sedikit banyak memotivasi para pengamen lainnya. Namun sejauh ini saya tidak melihat karier yang cemerlang setelah pengamen itu menjadi juara dan terkenal. Materi yang mereka dapatkan mungkin lebih daripada sebelumnya. Tapi sebagai penyanyi, mereka tidak mempunyai master piece berupa album ataupun lagu single yang disukai dan dikenang banyak orang. Itu mungkin saja karena mereka tidak memiliki bekal yang cukup untuk bersaing menjadi penyanyi profesional.

Friday, July 26, 2013

Cegah Wasir dengan Makanan Berserat

Beberapa hari yang lalu, penyakit wasir suami saya kambuh. Sudah lama juga penyakit ini tidak kambuh sehingga cukup membuat panik. Menurut suami saya, wasir yang kambuh kali ini terasa berbeda, terasa lebih merepotkan dan parah. Akhirnya kami pun periksa ke dokter umum. Benar saja, dokter mengkonfirmasikan kalau ini adalah wasir grade paling tinggi (parah). Suami saya disarankan untuk secepatnya periksa ke dokter spesialis bedah syaraf. Karena wasir yang seperti ini biasanya diatasi dengan jalan operasi.

Operasi?! Jalan itu adalah upaya yang paling dihindari oleh suami saya. Karena mendengar dari pengalaman banyak orang, operasi tidak menuntaskan wasir. Beberapa orang yang telah menjalani operasi, kembali menderita wasir di titik yang lain. Selain itu di daerah anus (dubur) juga terdapat pembuluh darah yang berhubungan dengan organ kelamin. Operasi wasir dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan reproduksi.

Setelah ngobrol dengan salah satu tetangga yang pernah juga mengidap wasir yang parah, kami diajak berobat ke klinik avasin. Yaitu pengobatan dengan cara melancarkan kerja syaraf, dilakukan oleh dokter yang berpengalaman (avasinolog). Setelah menjalani terapi dan mengkonsumsi obat herbal dari klinik tersebut, suami saya merasa lebih enakan. Tapi memang perubahannya tidak bisa instant.

Selain berobat, kami juga mendapat info dari dokter di situ tentang pencegahan wasir. Yaitu dengan memperbanyak konsumsi makanan berserat serta air putih yang cukup.

Makanan berserat sangat diperlukan untuk mengempukkan tinja sehingga tidak perlu mengedan saat buang air besar. Mengedan akan menekan pembuluh darah di sekitar anus sehingga menyebabkan pembengkakan (wasir). Sumber serat bisa diperoleh dari buah, sayur dan agar-agar. Usahakan bahan tersebut selalu ada saat makan dan dikonsumsi 30 menit-1 jam sebelum makanan utama. Itulah kenapa salada disajikan / dinikmati sebelum makan.

Untuk buah, lebih baik dikonsumsi sebagai buah potong daripada dibuat juice. Karena proses pencernaan buah potong berawal dari campuran dengan enzim-enzim yang tersapat di dalam air ludah. Proses ini dapat lebih melancarkan pencernaan dan penyerapan di dalam usus. Dan untuk kesehatan jangka panjang, hindari mengkonsumsi suplemen serat sintetis seperti V***ta karena sumber serat alami tetaplah yang terbaik.

Semoga bermanfaat.

Tuesday, June 25, 2013

Bersepeda

Pagi ini ada pemandangan yang tidak biasa di depan rumah saya. Di musim liburan sekolah seperti sekarang ini, biasanya beberapa anak tetangga bersepeda bersama-sama sampai melewati depan rumah saya. Pagi ini, tidak hanya anak-anak saja tetapi ada seorang ibu dan putri kecilnya yang membonceng di sepeda. They surprised me!

Pemandangan seperti itu sangat jarang saya lihat di sini. Sewaktu di Jepang, hal itu justru biasa. Para ibu rumah tangga biasanya mengendarai sepeda untuk pergi dalam jarak yang tidak jauh, seperti berbelanja ataupun keperluan lainnya. Dan sering kali (selalu) membawa serta anaknya, bila sang anak belum sekolah atau tidak dititipkan di tempat penitipan anak.

Sepeda untuk membawa anak, biasanya didesain khusus untuk memberi kenyamanan dan keamanan pada pengendaranya. Tempat duduk anak dilengkapi bantalan jok yang empuk, sandaran punggung, pijakan kaki dan seat belt. Terbayang kan kenyamanannya? Sehingga sering kali saya melihat anak-anak yang tidur dengan lelap saat bersepeda bersama ibunya.

Tidak itu saja, di sebagian besar negara maju, jalur bersepeda memang disediakan khusus dan nyaman. Dan bila hendak menyebrang, kendaraan lain akan mengutamakan pejalan kaki dan pengendara sepeda lebih dulu. Pengalaman saya waktu di Tsukuba, akses ke tempat umum seperti sekolah / kampus, perpustakaan, taman kota dan pusat belanja memang lebih mudah dan praktis bila memakai sepeda. Misalkan untuk ke perpustakaan kota, sepeda bisa langsung parkir di samping perpustakaan. Berbeda dengan mobil pribadi yang harus parkir di tempat khusus, lalu dari situ harus berjalan kaki selama kurang lebih sepuluh menit menuju perpustakaan. Kalau di pusat belanja / supermarket berbeda sedikit. Parkir sepeda biasanya disediakan di samping bangunan supermarket atau di sekitar pintu masuk, gratis. Parkir mobil biasanya di basement dan harus bayar, dengan tarif perjam yang lumayan mahal. Seingat saya, dulu tarif parkir di Seibu Tsukuba 650 yen / jam atau setara dengan 65.000 rupiah / jam.

Jadi, pilih bersepeda atau naik mobil?

Kalau di Indonesia, sepertinya masih sangat sulit untuk kemana-mana mengendarai sepeda. Selain tidak ada jalur khusus (baru beberapa kampus yang memiliki jalur khusus sepeda), pengguna kendaraan yang lain kurang menghargai pengendara sepeda. Kalau di jalan ada yang bersepeda, pasti kendaraan bermotor lainnya berlomba membunyikan klakson agar minggir.

Miris tapi itulah kenyataannya.

Monday, July 30, 2012

Urip iki nggolek opo tho?

Maaf ya, judulnya pake bahasa jawa. Judul itu artinya, 'hidup ini mencari apa sih?'.

Ini sebenarnya tulisan curhat berkaitan dengan kejadian beberapa hari yang lalu. Sudah curhat juga sih dengan orang terdekat, disarankan untuk jangan terlalu mikirin omongan orang, ikhlas dan sabar aja. Tapi kok rasanya masih pengen ditulis, biar lebih plong dan sebagai pelajaran buat masa yang akan datang.

Saya dan beberapa teman di lingkungan RT di komplek tempat tinggal saya, diamanahi sebagai panitia penyedia konsumsi takjil di masjid komplek. Dalam satu minggu (7 hari) ada dua RT yang bertugas menyediakan takjil kurang lebih 60 porsi. Untuk memudahkan, RT saya dan RT satunya berbagi hari. Alhamdulillah kami kebagian pada 3 hari pertama Ramadhan, lalu pada hari ketujuh kita kerjakan bersama.

Untuk takjil-nya, kami sepakat untuk pesan saja karena masing-masing punya kesibukan sehingga tidak sempat untuk membuat sendiri. Hari pertama berjalan lancar. Hari kedua, mulai ada kritik dari beberapa teman yang ikut berbuka di masjid karena ada kue yang rasanya tidak enak (hampir basi). Begitu pula pada hari ketiga. Sampai ada yang bisik-bisik sambil melirik saya, "daripada pesan makanan tapi rasanya ga jelas begini mending bikin sendiri aja." Memang, mereka cukup tahu bahwa saya (dibandingkan dengan tetangga yang lain) sering dan bisa membuat kue. Terutama untuk acara-acara yang bertempat di rumah saya, seringnya kue yang disediakan adalah bikinan sendiri.

Bisik-bisik itu akhirnya sampai ke ibu RT. Kebetulan saya lagi merencanakan tugas untuk hari ketujuh. Pada hari ketujuh, Rt kami menyediakan kuenya dan RT yang satu menyediakan minumnya. Pada saat itu ibu RT bilang, sekarang agak susah pesan kue basah soalnya kebanyakan pembuat/toko kue sedang konsentrasi pada pesanan kue kering. Jadinya tukang kue basah kebanyakan pesanan, nah ini kadang yang bikin kuenya hampir basi saat sampai ke pemesan. Karena kue basah memang tidak tahan lama.Akhirnya saya menyanggupi untuk membuat kue/takjil hari ketujuh itu. Teknis dan detilnya saya atur sendiri.
Niat saya hanyalah membantu, agar kue yang disediakan dalam kondisi fresh. Khusus event ini, saya tidak mencari keuntungan hanya minta diganti bahan-bahan dan pack aja. Karena saya bukan penerima order kue yang profesional, jadi stok bahan kue yang ada di rumah ga banyak.

Saat saya sedang sibuk-sibuknya menyiapkan kue tersebut, kebetulan ada tetangga yang mampir. Mampirnya sih sebentar tapi omongannya membekas cukup lama di hati saya. Omongannya kira-kira begini, "wah lagi sibuk ngerjain borongan kue ya?! Kuenya dihargai berapaan? Pintar nih nyari kesempatannya. Coba dari hari pertama ambil borongannya, kan lumayan tuh untungnya."

Astaghfirullah hal adzim. Saya tidak menyangka akan dapat omongan seperti itu. Entah kenapa, saya agak sensitif mendengarnya. Ternyata masih ada orang di sekitar saya yang berorientasi pada materi terhadap apa-apa yang dikerjakannya.

Sebenarnya apa sih yang kita cari dalam hidup? Materi? Ya, bisa jadi salah satunya. Tapi menurut saya, itu hanya seper-berapa saja. Banyak hal lain yang tak kalah penting dan perlu dicari. Seperti kebahagian bisa berbagi ataupun bershodaqoh dengan tenaga dan kemampuan yang kita miliki.

Kata suami saya, orang lain ga perlu tahu apa niat kita. Yang penting kamu dah mengerjakannya dengan senang hati. Allah maha tahu apa yang ada di dalam hati setiap kita.

Sunday, May 20, 2012

Bukan Wanita Biasa

Sore, kira-kira pukul 16.30 WIB.
Setelah dering ketiga, aku mendengar sahutan di seberang telepon.
"Halo mbak, aku dan suami sedang di jalan tapi agak macet nih... Mbak masih di rumah sakit?"
"Iya masih, tapi sudah diijinkan pulang sore ini. Baru aja selesai ngurus administrasi."
"Oo... gitu. Jadi baiknya aku kemana nih? Apa aku langsung ke rumah aja?"
"Boleh ga ke rumah sakit dulu? Aku minta tolong antarin pulang, soalnya ga ada yang jemput dan masih bingung mau pulang naik apa?"
"Oh iya, iya. Aku ke rumah sakit dulu deh, tunggu ya."
Klik, call ended.

Kamar rawat inap.
"Assalamu'alaikum... Wah, udah diberesin nih barang-barangnya, ya?! Gimana kondisinya? Selamat ya mbak."
"Wa'alaikum salam. Iya, makasih. Tinggal nunggu obat dari dokter."
Kulihat box disamping tempat tidurnya.
"Wuaa...mirip siapa nih? Kayaknya mirip kakak sulungnya ya?! Dedeknya sehat kan?!"
Sang ibu yang duduk di atas tempat tidurnya tersenyum memandang bayinya.
"Alhamdulillah sehat tapi setelah diperiksa dokter pagi tadi, bayinya ada alergi. Oh iya, kenalin ini teteh, tetangga di depan rumah."
Seorang wanita yang sejak tadi mebereskan barang-barang di kamar itu tersenyum padaku.
"Teteh ini yang kemarin nemanin ke rumah sakit dan nungguin selama persalinan."
"Makasih banyak bantuannya teh." Sambil ku sambut uluran tanggannya.

Bayi mungil itu masih terlelap di dalam box tanpa terganggu obrolan orang dewasa di sekitarnya. Tak lama kemudian, seorang perawat datang. Dia menyerahkan obat dan menjelaskan pemakaiannya. Serta tak lupa mengingatkan jadwal periksa ibu dan bayi selanjutnya. Setelah itu kami semua keluar menuju parkiran mobil, membawa bayi mungil itu pulang untuk bertemu kakak-kakaknya.
"Anak-anak siapa yang nemanin di rumah mbak?"
"Sama tantenya."

Tiga bocah lelaki menghambur ke pelukan ibunya ketika kami sampai di rumah. Bocah-bocah itu saling berebut ingin mencium adik bayinya yang baru lahir. Ternyata, bocah-bocah itu tidak diijinkan membesuk ke rumah sakit karena dua orang di antaranya sedang kurang sehat. Aku hanya bisa memandangi mereka. Bocah-bocah itu berceloteh dengan riang pada sang ibu kejadian di rumah selama ibunya di rumah sakit.

Aku melihat, bibir sang ibu tersenyum mendengar cerita putra-putranya tapi sorot matanya tidak bisa berbohong. Mata itu letih dan sedih. Sesekali dia mengelus kepala bayi dalam dekapannya. Bayi itu putra keempatnya yang tidak sempat dilihat ayahnya. Yah, suaminya telah dipanggil yang maha kuasa saat sedang bertugas, meninggalkan dia bersama tiga orang anak lelaki dan janin berusia empat bulan di dalam kandungan. Dan almarhum suaminya adalah teman baik suamiku saat sama-sama kuliah di Bandung.

Tanpa disadari, mataku mulai berkaca-kaca. Aku memanjatkan do'a di dalam hati, semoga Allah senantiasa memberikan wanita ini kekuatan dan kesabaran untuk menjaga, membesarkan dan mendidik keempat anak yatim itu. Dia pasti bukan wanita biasa. Allah maha tahu akan kemampuannya.

Friday, January 06, 2012

Matematika Pergantian Tahun

Akhirnya tahun 2011 berlalu, welcome 2012!

Pergantian tahun ada hubungannya dengan matematika. Tidak perlu mikir rumus matematika yang sulit-sulit, cukup yang sederhana saja yaitu tambah (+), kurang(-), kali(x) dan bagi(:).

Pergantian tahun tentu saja menambah nominal tahun tersebut. Misalkan tahun 2010 bertambah jadi 2011, 2012 dan seterusnya. Dan ini berhungan dengan pertambahan umur kita.

Tetapi disamping bertambah, ada juga yang berkurang. Apa sih yang berkurang? Tentu saja umur bumi dan juga masa tinggal kita di dunia semakin berkurang. Dengan kata lain, jarak menuju akhir kehidupan sudah semakin mendekat. Ibarat perlombaan, kita semakin dekat dengan garis finish

Setelah tambah dan kurang, sekarang kali. Semakin dekatnya jarak kita menuju akhir, bukan berarti tidak bisa berbuat banyak. Yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan potensi dan waktu yang ada dengan sebaik mungkin sehingga menghasilkan pahala berkali-kali lipat untuk bekal setelah finish.

Selain itu banyaklah berbagi kepada sesama. Baik itu berbagi harta, ilmu atau apapun yang memberi manfaat untuk saudara dan orang lain serta lingkungan di sekitar kita. Banyak berbagi kita akan menjadi manusia yang lebih baik karena sebaik-baik manusia adalah yang memberi banyak manfaat untuk orang lain.

Semoga bermanfaat.

Inspired by : sesion muhasabah pada liburan keluarga @ Cibodas.

Thursday, July 21, 2011

Saling Melengkapi

Masih tentang hobi nih. Tidak jarang, sepasang ataupun beberapa orang bersatu karena memiliki kesamaan hobi. Mereka membentuk grup / perkumpulan berdasarkan kesamaan tersebut. Bahkan ada yang menikah karena kesamaan hobi sebagai salah satu alasan memilih pasangan.

Saya dan suami, agak sedikit berbeda. Hobi kami tidak sama namun saling melengkapi satu sama lain.

Salah satu hobi suami saya adalah bermain musik. Darah seni memang mengalir di dalam keluarganya melalui sang ayah yang seorang gitaris dan violist sebuah band di masa mudanya. Hanya saja pada masa itu, bermusik bukanlah pilihan yang direstui untuk jadi sandaran hidup. Itu juga yang di-doktrin-kan kepada suami saya dan saudara-saudaranya sehingga musik hanya jadi penghibur di kala sepi atau salah satu penenang di saat suntuk pada rutinitas sehari-hari.

Ketika suami sedang memainkan melodi sebuah lagu, seringkali suara saya menyuarakan liriknya. Dengan nada yang lebih sering tidak cocok dengan nada dasar melodi yang sedang dimainkannya. Telinga awam pasti bisa mendeteksi kalau suara penyanyi tidak sama dengan nada dasar musiknya. Jelas saja jadi terdengar aneh. Kalo meminjam istilah Tukul Arwana, listening skill-nya beda. Telinga saya tidak terlatih mendengarkan nada musik dengan tepat. Kalau sudah begitu, biasanya suami protes. "Dengerin intro-nya dong... Lagu ini, mainnya di nada apa? Trus cocokin suaranya!"
Biasanya saya hanya nyegir. Tapi kadang sempat nyeletuk juga, "makanya bikin lagu sendiri dong... Yang sesuai suaraku. Masak main musik tapi yang dimainin lagu orang melulu."

Lain suami, lain pula saya. Hobi yang sudah dijalani sejak kecil adalah membaca. Terutama bacaan fiksi yang berupa cerpen dan novel. Tapi jangan mengira koleksi novel saya banyak ya?! Karena saya senang membaca tapi tidak senang membeli. Ada banyak cara untuk mendapatkan bacaan tanpa harus membeli.  Terkadang suami kelihatannya ingin tahu isi novel yang saya baca tapi langsung nyerah ketika melihat jumlah halamannya yang tebal. Dan sayalah yang diminta menceritakan isinya lengkap dengan pelajaran / hikmah yang bisa diambil. Tentu aja, sesuai interpretasi saya.

Untuk sebuah novel yang menurut saya bagus dan menarik, saya tahan lek-lekan (bergadang) untuk menamatkannya.  Dan saya bisa membacanya berulang-ulang kali. Suami pernah bertanya ketika dilihatnya saya membaca novel yang sama berkali-kali.
"Apa ga bosan, baca novel yang sama berulang-ulang? Toh, ceritanya sama aja kan?!"
"Itulah tandanya novel yang bagus dan menarik. Dibaca berkali-kalipun, ga ngebosanin."
"Dimana sih menariknya?"
"Bisa ide ceritanya, karakter tokoh-tokohnya. Banyak hal deh yang bikin betah ngebacanya."
"Ah, bisanya cuma baca aja. Tulis novel sendiri dong, yang enak dibaca orang berkali-kali"
Saya tinggal nyengir aja.

Trus hobi saya yang lain adalah mencoba dan memodifikasi resep kue atau masakan. Yang banyak saya coba, resep kue. Baik itu resep dari majalah, tabloid atau hasil browsing. Biasanya saya mimilih resep kue yang kira-kira bisa dimakan oleh suami karena saya sendiri tidak suka ngemil. Hasilnya bisa sukses dan tak jarang gagal juga. Namun bagaimanapun hasilnya (asalkan ga hancur-hancur banget), tetap ludes dimakan suami. Itulah hikmahnya saling melengkapi hobi :D

Tuesday, June 14, 2011

Mobil - mobil(an)

Kalau kita  memperhatikan anak-anak (laki-laki) yang suka dengan mobil-mobilan, biasanya jumlah yang mereka memiliki bisa lebih dari satu. Bahkan keponakan laki-laki saya, mempunyai satu keranjang mainan mobil-mobilan dengan berbagai tipe mobil. Dari yang berukuran besar sampai yang kecil. Itu yang masih bisa dikumpulkan, belum termasuk yang hilang. Wajar saja bila dipajang akan memenuhi satu lemari etalase.

Bagaimana kalau bukan mobil-mobilan melainkan mobil beneran? Memang ada sebagian orang yang hobi mengoleksi aneka jenis mobil. Hobi yang terbilang mahal, menurut saya. Tapi kalau sudah berhubungan dengan hobi, kadang-kadang memang tidak bisa sejalan dengan logika.

Suatu waktu saya pernah membaca ulasan tentang kekayaan calon presiden (sebelum pemilu tahun 2004, kalau tidak salah). Salah satu calon capres memiliki dua belas mobil di garasi rumahnya, produksi dari berbagai perusahaan otomotif dan berbagai tipe. Garasi rumahnya melebihi pemandangan show room produsen mobil. Berita yang sedang hangat baru-baru ini, juga terkait dengan koleksi mobil mewah seorang tersangka kasus pembobolan dana nasabah sebuah bank terkenal. Mobil-mobil itu kemudian disita oleh pihak kepolisian, sehingga kantor polisi mendadak menjadi show room mobil mewah.

Seorang tetangga baru di depan rumah saya, agaknya juga mempunyai hobi mengoleksi mobil. Mereka baru tinggal kurang lebih satu bulan. Saya perhatikan mereka punya tiga mobil dengan tipe yang berbeda yaitu, jeep, sedan dan minibus. Garasi rumah yang mereka tempati hanya bisa untuk satu mobil. Trus dua mobil lainnya parkir dimana dong? Kadang di depan rumahnya, kadang di depan rumah orang lain atau dimana yang ada space kosong untuk parkir. Tak jarang, mobil yang parkir di luar garasi tersebut mengganggu kelancaran lalu lintas di komplek perumahan saya. Saya perhatikan, setiap hari hanya satu mobil yang selalu dipakai keluar, dua lainnya tetap parkir. Dan celakanya, bukan hanya satu tetangga yang seperti itu. Tetangga yang agak jauh (beda 5 rumah dari tempat saya), juga memiliki banyak mobil dan memakai salah satu sisi jalan untuk parkir. Ruwet deh!

Sekali lagi, hobi kadang-kadang memang tidak bisa sejalan dengan logika. Kalo menurut saya, kalau hobi mengoleksi mobil ada baiknya menyiapkan lahan atau tempat yang memadai untuk parkir. Entah itu memperluas garasi, mencari lahan kosong atau menyewa lahan parkir. Jangan sampai hobi kita menggangu orang lain. Lebih baik lagi bila memiliki mobil seperlunya saja, daripada punya banyak mobil tapi jarang dipakai, hanya untuk pajangan di jalan umum. Kalo ga, koleksi mobil-mobilan aja dulu :)

Friday, December 31, 2010

Akhir Tahun

Beberapa jam lagi, tahun 2010 akan segera berakhir. Berbagai peristiwa terjadi setahun ini. Ada yang senang membahagiakan, lucu penuh canda, ada pula kegagalan serta sedih yang memaksa air mata jatuh. Masa yang telah lewat tak akan kembali. Kegagalan dan kekecewaan ga perlu disesali. Begitulah hidup, penuh dinamika yang kadang tak terduga.

Bagi sebagian orang, pergantian tahun adalah moment yang penting untuk dirayakan. Lihat saja, berbagai penawaran selebrasi di restoran, hotel serta beberapa tempat umum. Mereka berlomba memberi penawaran semenarik mungkin. Sebagian besar perayaan itu berupa pesta sejak sore hingga lewat tengah malam. Melihat fenomena tersebut membuat saya berpikir, sebenarnya untuk apa itu semua?

Saya dan suami termasuk orang yang tidak terlalu menganggap penting perayaan pergantian tahun. Bagi kami, tak perlu acara spesial saat pergantian tahun, dilewati biasa saja seperti malam-malam yang lain. Hanya saja dalam obrolan ringan menjelang akhir tahun, sering tercetus target dan harapan yang ingin kami raih di waktu mendatang. Saya kira hal itu wajar, setiap orang ingin lebih baik, lebih maju kan?!

Kilas balik pada saat kami masih menghirup udara negeri sakura, pergantian tahun juga kami lewati di rumah. Bagi orang jepang, tahun baru adalah hari sepesial, waktunya berkumpul dengan keluarga besar layaknya hari raya. Perkantoran dan sekolah libur. Banyak toko/supermarket yang tutup. Selain itu transportasi umum sedikit yang beroperasi. Akhir tahun biasanya saya belanja makanan lebih banyak daripada biasanya. Memastikan stok logistic cukup karena pergantian tahun bersamaan dengan musim dingin yang bawaannya cepat lapar.

Tak jauh beda dengan di tanah air, beberapa hari ini saya juga mempersiapkan stok logistik lebih. Bukan karena khawatir banyak toko/pedagang yang tutup tapi lebih dikarenakan arus lalu lintas yang 'ga nyaman'. Saat pergantian tahun, kemacetan panjang bisa terjadi dimana-mana. Butuh waktu lama hanya untuk menuju jarak yang sebenarnya pendek. Makanya kalau tidak emergency, sebaiknya ga keluar rumah.

WELCOME 2011

Tuesday, August 24, 2010

Berpuasa di negeri sendiri

Kalo di Jepang, saat Ramadhan ataupun bukan, terasa tidak ada bedanya bagi saya. Ritme kerja tidak berbeda. Counter makanan ataupun restoran sama sibuknya saat siang ataupun malam hari. Orang-orang yang menikmati santap siang di tempat umum juga ga ada sepinya. Smoking corner juga tetap disinggahi para perokok. Tidak terdengar teriakan imsak ketika terbit fajar. Tidak ada juga ucapan selamat berbuka dari media televisi setempat. Yah, karena yang merasakan Ramadhan hanya umat muslim yang sedang singgah ataupun memang menetap di sana.Golongan minoritas yang mencoba tetap eksis di tengah masyarakat sekuler.

Sekarang saya merasakan lagi indahnya Ramadhan di tanah air. Jam biologis saya seakan diatur kembali. Satu jam sebelum imsak, tubuh seakan ada yang membangunkan dari tidur. Berniat di dalam hati untuk berpuasa, seakan ada kekuatan yang menopang diri saya menahan haus dan lapar. Sehabis subuh, beraktivitas seperti biasa hingga masuk waktu ashar. Setelah itu saatnya rehat sambil mempersiapkan berbuka. Lalu menunggu adzan maghrib sambil mendengarkan tausiyah.

Aktivitas siang hingga maghrib itu yang rasa berbeda sewaktu tinggal di Jepang. Tak jarang, waktu berbuka saya masih berada di perjalanan.

Namun, Ramadhan di tanah air tidaklah sesempurna harapan saya. Di tempat umum tetap saja ada yang tidak menghormati orang yang berpuasa. Para perokok tanpa rasa malu tetap mengepulkan asapnya. Warung-warung yang menjual makanan tetap ramai didatangi pengunjung di siang hari walaupun ditutupi kain.Sekilas, seperti tak ada bedanya dengan pemandangan di Jepang.

Mungkinkah saya yang berharap terlalu banyak? Ataukah kesadaran yang tidak kunjung tumbuh untuk menghormati orang yang berpuasa?

Monday, July 05, 2010

Curhat di antrian

Waduuuh... Antriannya panjang banget! Begitu deh kalau kesiangan datang ke bagian teller bank. Sebenarnya ga terlalu siang sih, baru juga jam 10 pagi tapi mungkin kebanyakan orang juga sempatnya datang pada jam tersebut jadi banyak sekali yang mengantri.

Iseng-iseng saya melirik orang yang berada di depan saya. Seorang wanita bersama anak lelaki. Taksiran saya mungkin umurnya antara 35-40 tahun dan. Dilihat dari dandanannya, wanita itu cukup modis. Blus lengan pendek warna merah marun dipadukan dengan celana jins ketat membungkus tubuhnya yang ramping. Rambutnya diberi highlite merah marun juga. Sapuan make up di wajahnya, membuat mukanya terlihat lebih terang dibanding warna leher dan tangannya.Tak lupa tas tangan berwarna coklat, bercorak tiruan inisial salah satu merek terkenal, melengkapi penampilannya.

Ups... ada lembaran formulir yang masih kosong tuh. Sebaiknya saya beritahu ah, biar nanti mempersingkat waktu transaksi di teller.
"Maaf bu, saya lihat formulirnya masih ada yang kosong tuh."
"Oh yang ini, harus diisi juga ya?" Dia menunjukkan formulir kosong yang saya maksud.
"Iya bu. Mending diisi sekarang, mumpung masih dekat pulpen. Biar di depan nanti ga perlu lama-lama"
"Iya deh."

Dia mengambil pulpen lalu mengisi formulir. Sementara antrian belum bergerak juga.

"Kayaknya masih lama ya mbak?! Wong dari 15 menit yang lalu saya masih tetap antri di sini." Wanita itu mungkin basa-basi menyapa saya.
"Iya nih"
"Padahal baru seminggu yang lalu saya kesini tapi ga seramai sekarang." Dia membenahi gendongan anaknya.
"Mungkin karena tanggal muda." Saya menimpali sekenanya.

Antrian bergerak sedikit. Anaknya terlihat tidak nyaman berada di tengah antrian. Bocah itu mulai rewel dan memukul-mukulkan tangan pada punggung ibunya.
"Sabar ya le, ibu kirim uang dulu buat kakakmu. Nanti dari sini kita naik angkot lagi, mau kan naik mobil?" Dengan dialek jawa, dia berusaha menenangkan anaknya.
"Putranya umur berapa bu?" Sambil bertepuk tangan ke arah anak itu, berharap bisa mengalihkan perhatiannya.
"Satu setengah tahun mbak. Maaf ya, anak saya rewel. Soalnya, dia biasa main lari-lari. Ya namanya juga anak lelaki, ga bisa diam."
"Itu pipinya kenapa?" Saya menunjuk bercak putih di pipi anaknya.
"Hehehe... Itu panu-an. Ya maklum lah, tinggal di lingkungan proyek bangunan. Mainnya sambil ngacak-acak pasir." Dia terkekeh.
"O.. begitu." Saya tersenyum.

"Suami saya kuli bangunan mbak. Dan kami juga tinggal di lokasi proyek."

"Kok ga cari kontarakan aja?"
"Walah, repot mbak. Tempat kerja bapaknya pindah-pindah. Sekarang proyeknya di Cibinong, beres di sini bisa aja pindahnya ke Depok, atau malah tambah jauh. Kalo ngontrak trus tempat kerjanya pindah lebih jauh, ya berat diongkos mbak."
"Iya juga ya bu."
"Lha gaji kuli kan segitu-gitu aja mbak. Ini aja, saya sisihkan sedikit biar bisa ngirimin anak yang di kampung. Seminggu sekali saya ke sini lho, buat ngirimin walaupun sedikit." Terdengar nada bangga dari suaranya.
"Ga apa-apa bu, sedikit demi sedikit kan nanti bisa jadi bukit." Berusaha membesarkan hatinya.
"Iya mbak ya, soalnya uang di tangan nanti ga terasa habisnya. Makanya tiap minggu kan bapaknya gajian, langsung aja sebagian dipisahkan buat anak yang satunya."
"Kok anak yang satu lagi ga dibawa ke sini, bu?" Saya bertanya penasaran.
"Udah sekolah, repot kalo pindah-pindah jadi saya titip aja sama mbahnya."
"Oo.. Begitu ya bu."

Antrian bergerak, kami pun maju.
"Tadinya saya juga di kampung kumpul sama anak karena tempat kerja bapaknya kan pindah-pindah. Tapi laki-laki kalo jauh dari anak istri, gampang tergoda mbak..." Tanpa sadar, wanita itu mulai curhat.

Bagaikan umbi yang sedikit muncul di permukaan tanah, tinggal memberi sedikit tarikan aja bakal lebih banyak umbi yang keluar.
"Biar ga tergoda, berarti laki-laki itu harus ditemani keluarganya terus ya bu?" Beri sedikit empati agar cerita lebih banyak keluar.
"Ya begitulah mbak. Saya udah ngalami sendiri. Waktu jauhan sama bapaknya, kalo ga saya yang nelpon, bapaknya mana ingat. Nafkah juga begitu, kalo ga dibilangin buat keperluan anak-anak, ga tahu deh kemana pergi gajinya."
"Kecapean kerja kali bu, jadi lupa mau nelepon keluarga."
"Ah, bukan itu mbak. Kemana lagi kalo ga nyari hiburan dan kesenangan sendiri, sampai gajinya habis ga jelas. Emangnya saya anak kemarin sore yang gampang dikibulin?!"
"Aduuh, maaf bu. Saya ga bermaksud begitu." Jadi salah tangkap nih.
"Makanya mbak, terpaksa saya berkorban jadi jauhan sama anak yang besar biar kumpul sama bapaknya."
"Iya bu, hidup itu penuh perjuangan dan pengorbanan ya?!"
"Benar mbak. Siapa lagi yang menjaga keutuhan keluarga, kalo bukan kita sendiri." Dia mengangguk mantap.

Bocah lelaki itu mulai rewel lagi. Ibunya kembali menenangkannya sambil mengalihkan perhatian.
"Eeh... Itu ada bunga le. Lihat itu." Sang ibu menunjuk deretan bunga plastik yang menghiasi salah satu sudut ruangan.
"Bagus ga bunganya? Coba dihitung le, bunganya ada berapa?" Sang anak melihat pada arah yang ditunjukkan oleh ibunya.
"Satu. Dua. Tiga. Ada berapa le?" Bocah itu terlihat mulai teralihkan dari kejenuhan mengantri.

Sementara antrian mulai bergerak. Satu, dua, tiga... Saya pun ikut menghitung. Hmm, masih sepuluh orang lagi, baru setelah itu giliran saya.

Tuesday, March 09, 2010

Demam iPhone

Mulai pertengahan bulan Februari sampai hari ini, frekuensi pertemuan saya dengan teman-teman semakin rapat. Sebenarnya bukan karena saya punya ratusan teman di Tsukuba, hanya saja beda komunitas walaupun orangnya itu-itu juga. Paling ada 2 atau 3 orang yang berbeda.

Seringnya berkumpul, secara tidak sengaja saya jadi tahu telepon genggam yang banyak mereka pakai saat ini. Teman-teman yang orang Indonesia hampir semuanya sudah menggunakan iPhone kecuali saya, ibu itu... dan mbak itu. Saya rasa tentang apa itu iPhone, sudah mengerti ya?! Kalau belum ataupun kurang mengerti, silahkan tanya om Google :D

Melihat teman-teman menggunakan iPhone, terlihat praktis sekali. Dimana dan kapan pun mereka bisa online, main game, dengarin musik ataupun memeriksa dan membalas email. Belum lagi kalau ada objek yang bagus untuk dijepret, langsung deh bergaya. Trus fotonya bisa langsung upload ke situs jejaring sosial mereka. Praktis kan?!

Alasan kepraktisan itulah yang membuat saya juga tergoda untuk memiliki iPhone. Saya pun mengajukan proposal kepada suami, yang kemudian ditindak lanjuti dengan mencari info tentang benda tersebut.

Setelah menerima dan memikirkan masukan dari beberapa teman, termasuk di antaranya yang sudah menggunakan iPhone sejak beberapa bulan yang lalu, kami memutuskan tidak jadi membeli benda itu. Karena kemungkinan besar, tidak sesuai dengan kebutuhan kami.

Ya sudah, demam pun berlalu :D

Wednesday, March 03, 2010

Indonesia, Yang Saya Punya

Saat berpamitan dengan seorang kenalan yang kebetulan bukan orang Jepang, sebut saja namanya Ms. Mary, ada satu pertanyaannya yang cukup membuat saya sedikit tersindir.

"Are you really an Indonesian?"

"Yes, off course. Why did you ask it?" Saya mengira dia bercanda.

"Saya pernah berkunjung ke Jakarta selama satu bulan. Dan saya berhubungan dengan banyak orang Indonesia."

"Oh ya?!"

"Ya, dan saya perhatikan kalau hampir semua orang Indonesia itu berkulit hampir coklat. Tapi waktu pertama bertemu kamu...."

"Memangnya kenapa dengan saya??"

"Kulitmu putih. Dan waktu kamu bilang berasal dari Indonesia, saya agak kaget."

Ucapannya itu cukup membuat saya ge-er.
"Ooo, begitu kah?? Menurut anda, tadinya saya berasal dari mana?"

"Hmm... Kamu lebih mirip orang China."

"No... No. Hanya darah Indonesia yang saya punya. Asli."

"Benarkah? Tidak ada keturunan China?"

"Yang saya tahu, kakek-nenek asli Indonesia. Bahkan nenek buyut/ nenek ayah saya (masih hidup sampai saya masa kuliah), juga asli Indonesia. Seandainya kami ada keturunan China, pasti ada kebudayaan China yang kami jalani sehari-hari."
********

Singkat cerita, dia percaya saya orang Indonesia asli. Sebaliknya saya yang mulai gelisah. Asli Indonesia tapi apa saja yang sudah saya perbuat untuk bangsa dan tanah air Indonesia?

Tuesday, February 16, 2010

Made in Japan

Kalo orang Bali nikah sama orang Jepang, kira-kira nama yang cocok untuk anaknya apa coba???
Made in Japan!! Kan orang Bali banyak tuh, yang namanya pake embel-embel Made... Karena salah satu ortu-nya berdarah Jepang, nama yang cocok ya Made in Japan :D

Ya begitu dulu preface joke-nya ya... Tebakan lucu jadul, jaman saya sekolah dulu.
Saya bukan bermaksud menyinggung lho.... Hanya joke pengantar aja. Mohon maaf.

Yang ingin saya tulis juga bukan pernikahan beda bangsa ataupun beda budaya. Melainkan tentang barang-barang produksi Jepang yang semakin langka ditemukan. Walaupun saat ini saya berdomisili di Jepang, tapi saya cukup merasa kesulitan dalam mendapatkan barang tersebut.

Sebenarnya saya bukan termasuk orang yang 'Japan minded'. Hanya saja, berdasarkan pengalaman selama ini barang produksi Jepang lebih awet dibanding China ataupun lainnya. Kalo dilihat harga, lebih murah produk China tapi bila kita bandingkan dengan lama pemakaiannya sama saja.

Masalahnya sekarang, saya mencari barang yang akan diberikan sebagai oleh-oleh dari Jepang. Tentu saja saya berharap barang tersebut made in Japan. Nyatanya untuk mendapatkan barang tersebut tidaklah mudah. Seorang teman (orang Jepang) menyarankan, cari saja yang tulisan labelnya pakai huruf kanji semua walaupun bukan made in Japan . Jadi kan dianggap benar-benar produksi Jepang, kecuali orang yang menerima barang tersebut mengerti huruf kanji. Hihihi... nakal juga tuh, idenya :D

Wednesday, September 16, 2009

Berpuasa

"Kok ga makan?" Murakami san menyapa saya saat istirahat siang.
"Saya puasa."
"Ooo...puasa. Berhubungan dengan agama dan Tuhan ya?!" Dia bertanya lagi.
"Iya betul."
Orang Jepang juga mengenal aktivitas puasa. Biasanya dilakukan oleh biarawan atau biarawati. Hanya saja tidak sebulan penuh seperti umat Islam.

"Puasanya hari ini saja kan?!"
"Tidak, tapi selama satu bulan penuh." Saya yakin akan ada pertanyaan berikutnya.
"Hhaahh... satu bulan?!" Ekspresi keterkejutan terpancar jelas dari matanya yang membesar. " Apa badanmu nanti ga sakit? Bagaimanapun, tubuh kan butuh kekuatan dari makanan kan?! Dan kamu tetap beraktivitas seperti biasanya!" Pertanyaan beruntun seperti ini sudah saya duga akan keluar.
"Aah... tidak apa-apa. Berpuasa kan saat siang, kalau malam bisa makan seperti biasa. Saya sudah berpuasa sejak umur 8 tahun lho... Kamu lihat sendiri kan, sampai sekarang saya baik-baik saja?!" Saya mencoba menghapus kekhawatiran di wajahnya.
"Wah, rasanya susah dipercaya. Satu bulan berpuasa dengan aktivitas yang tidak berubah, tapi kondisi tubuh tetap baik-baik saja." Keheranan terpancar jelas dari wajahnya.

Hmm... Sepertinya saya harus menjelaskan secara logis, agar dia tidak memandang puasa sebagai rutinitas keagamaan yang tak masuk di akal.
"Ya, untuk beraktivitas kita memang butuh tenaga. Di beberapa bagian tubuh kan ada penumpukan lemak. Saat tidak ada makanan yang masuk, tubuh akan menggunakannya sebagai sumber tenaga. Penumpukan lemaknya akan berkurang, bisa menyehatkan badan kan?!" Mungkin saja dengan penjelasan seperti ini bisa diterima logikanya.

"Haa... masih susah saya percaya. Yang saya bayangkan, kalau tidak makan badan akan lemas dan tidak kuat bekerja." Raut tak percaya terpancar dari wajahnya.
"Ya sudah, bagaimana kalo kamu mencoba berpuasa saja?" Sambil tersenyum saya coba menantangnya. "Saya saja sudah melakukannya sejak kecil lho..."
"Aaa... Tidak, tidak. Rasanya saya tidak akan kuat seperti kamu." Dia tertawa sambil menggelengkan kepalanya.

Thursday, May 28, 2009

Karton Menjadi Tissue

Akhir-akhir ini saya punya kebiasaan baru yaitu mengumpulkan kemasan bekas minuman yang terbuat dari karton/kertas. Bisa kemasan bekas susu, juice, kopi ataupun teh. Kenapa sih?? Karena ada supermarket yang bersedia menerima kemasan bekas tersebut untuk ditukarkan dengan tissue toilet. Sebenarnya saya sudah tahu info ini sejak awal-awal menetap di Tsukuba tapi baru akhir-akhir ini tergerak buat ngumpulin kemasan tersebut. Soalnya mulai sadar kalo cuma dibuang ke tempat sampah, kayaknya bakalan dihancurin aja. Tapi kalo kemasan bekas itu kita kumpulkan tentunya setelah dicuci bersih, lalu supermarket yang menerimanya akan mendaur ulang kemasan karton menjadi tissue.

Kelebihan tissue toilet hasil daur ulang ini, bisa langsung dibuang ke toilet tanpa khawatir akan menyebabkan toilet tersumbat atau mampet. Soalnya lembaran tissue akan hancur saat tersiram air jadi langsung masuk septic tank. Dan tempat sampah di kamar mandi jadi ga penuh ama tissue toilet kan?!

Hampir semua supermarket di Tsukuba (mungkin juga seluruh Jepang), menyediakan kotak sampah khusus untuk kemasan karton bekas. Tapi tidak semuanya memberikan feed back seperti pemberian tissue toilet itu. Kayaknya pemberian feed back ini perlu digalakkan deh, biar orang semakin sadar untuk mengurangi sampah.

Di Indonesia sudah ada program seperti ini belum ya??

Tindakan seperti ini mungkin tidak kelihatan pengaruhnya bila hanya dilakukan oleh beberapa orang. Tapi coba bayangkan kalau setiap keluarga memisahkan sampah yang bisa didaur ulang, berapa banyak sampah di muka bumi ini yang akan berkurang?? Kalau menunggu sampah itu terurai secara alami, prosesnya membutuhkan waktu puluhan bahkan ratusan tahun. Sementara itu aktivitas kita pasti menghasilakn sampah setiap hari, baik itu sedikit ataupun banyak. Tanpa proses daur ulang, pasti bumi ini akan penuh dengan sampah.

Ayooo selamatkan bumi kita dari sampah!!!

Inspired by : Deklarasi capres dan cawapres di TPA Bantar Gebang.

Friday, April 10, 2009

Kalo Obat Bisa Ngomong

"Kalo bulan bisa ngomong", itu judul lagu kan ya?! Nah, "kalo obat bisa ngomong" gimana lagi tuh?? Kejadiannya saat saya nguping pembicaraan dua wanita Jepang paruh baya.

Hayashi san : Aaa, kimochi warui! (perasaan ga enak nih!).:(
Endou san : Emang kenapa :-/
Hayashi san : Ga tau nih :-S, perut agak sakit.
Endou san : Ya udah, minum obat dong.
Hayashi san : Obat apa ya:-/ Suka bingung, kira-kira apa obat yang cocok buat sakit perut saya ini?
Endou san : Ya coba aja minum obat sakit perut, ntar kan terasa tuh efeknya. Baru ketahuan obat mana yang cocok.
Hayashi san : Ya itu :-?, coba kalo sebelum diminum obatnya ngomong. Itu
obat cocok atau ga buat saya? Soalnya udah tua begini, agak takut minum sembarangan obat.
Endou san : :))Hahahaha... ya nggak mungkin obat ngomong dulu sebelum kita minum. Ada-ada aja :))
*****

Kalo emang obat bisa ngomong, mungkin ga ada orang yang terjerat obat-obatan terlarang kali ya?! Soalnya sebelum digunakan, obatnya dah ngomong duluan, "8-XAwas Berbahaya!!!8-X"

Sunday, March 01, 2009

Teuing ah!

Suami pernah meminta saya untuk belajar atau paling tidak mengerti dialog berbahasa Sunda. Ini berhubungan dengan keluarga di Bandung, yang kalo ngomong sering mencampur bahasa Indonesia-Sunda-Jawa. Tapi sejauh ini saya belum menindak lanjutinya dengan serius.

Saya : Mas, tadi ada telepon dari bapak D.
Suami : Trus dia bilang apa?:-/
Saya : Ga jelas tuh. Suara di teleponnya berisik dan ngomongnya pake bahasa Sunda lagi.:(
Suami :Emang dia ngomong apaan sih? Kok kamu ga ngerti?:-?
Saya : Bahasa sunda-nya yang jarang saya dengar, mungkin bahasa lemes/halusnya kali?!:-/ Ya udah, saya tutup aja teleponnya.:D
Suami : :-OHah???!! Makanya, belajar bahasa sunda yang benar atuh neng....!
Saya : Teuing ah....:- Lain kali, mas kasih pengumuman dulu deh... Pengumumannya, "Isteri saya tidak bisa berbahasa Sunda."
Suami :=))=))

-Selingan akhir pekan-

Monday, October 20, 2008

Tips Menghindari Kolesterol

Udah lama ga posting hal-hal yang informatif dan agak serius nih, mumpung ada mood cepat-cepat ditulis daripada ntar mood menguap entah kemana. Yang mau baca sambil menikmati secangkir teh atau kopi, buruan ambil dulu minumannya. Yang mau ambil cemilan, juga buruan ambil dulu. Ntar kalo tengah-tengah baca dipotong mau ngambil minuman atau cemilan, seleranya ikut menguap, ga tanggung jawab ya... Hehehe....

Tips ini bersumber dari dokter yang menangani teman lab suami. Hasil cek medis teman itu menunjukkan kolesterol dalam darahnya tinggi sekali. Padahal postur tubuhnya terbilang kurus lho?! Usianya juga masih relatif muda, masih 35 tahunan deh. Jaman sekarang, usia dan postur tubuh ga bisa dijadikan jaminan. Dia berkonsultasi dengan dokter serta meminta obat yang mujarab untuk menormalkan lagi kondisinya itu. Tapi sayang sekali, dokter tidak mau memberikan obat. Menurut dokter, pemberian obat-obatan hanya mengatasi kolesterol untuk sementara. Bila suatu saat berhenti mengkonsumsi obat, kolesterol akan meningkat kembali.

Yang paling baik itu dengan memperbaiki gaya hidup. Life begin at thirty. Mungkin banyak yang sudah mengenal ungkapan tersebut. Saat memasuki usia kepala tiga, mulailah bergaya hidup sehat (bila sebelumnya gaya hidup yang diterapkan masih belum jelas gayanya lho ya.... ). Nah kali ini, kita khusus membicarakan gaya hidup yang berhubungan dengan menghindari kolesterol.

OK, let's start...!
1. Hindari/kurangi mengkonsumsi daging merah dan perbanyak sayuran hijau. Kecuali tidak ada pilihan menu lain selain daging merah.


2. Kurangi makanan berlemak dan yang berkalori tinggi. Kalo memang terpaksa, harus diimbangi dengan gerak/olahraga yang cukup untuk membakar kalori tersebut.

3. Usahakan menikmati makan malam, minimal 3 jam sebelum tidur. Misalkan biasa tidur jam 10, berarti sebelum jam 7 malam sudah harus selerai makan. Jarak makan malam yang terlalu dekat dengan waktu tidur menyebabkan penumpukan kalori. Ini berpotensi menaikkan kolesterol. Apalagi kalo menunya berkalori tinggi, wah..... bahaya!

4. Hindari minum juice, teh manis juga minuman-minuman manis lainnya di malam hari. Hubungannya sama kalori tadi. Kalo memang mau minum teh/kopi, gulanya di-skip aja.

5. Jangan memanjakan diri dengan cemilan. Kalo mau ngemil, kuaci aja deh... makannya lama tapi tidak mengeyangkan.

6. Usahakan untuk berolahraga agar lemak dalam tubuh tidak sempat menumpuk banyak. Bila sibuk, tak perlu menyediakan waktu khusus. Pilih jalan lewat tangga, jangan lift kalo mau naik gedung/ruangan yang lebih tinggi. Atau abaikan becak/ojek/kendaraan lainnya bila masih bisa bersepeda/jalan kaki tentunya kalo sedang tidak terburu waktu ya... Banyak cara deh, buat membakar lemak dan kalori tubuh.

7. Hindari stress. Belajarlah menikmati dan mensyukuri hidup.

Begitu tips-nya. Selamat mencoba ya....