Yogya masih berduka. Setelah gempa yang meluluh lantakkan wilayah Yogya dan Jateng, sekarang bahaya Merapi juga masih mengancam. Entah kapan ancaman ini akan berakhir. Tak satupun dari kita yang tahu. Hanya Dia yang tahu, karena Dia yang berkehendak dan Dia pula yang punya kuasa untuk menghentikannya.
Sebagai wujud kepedulian terhadap bencana yang terjadi di Yogya dan Jateng, beberapa waktu lalu diadakan kegiatan penggalangan dana untuk korban gempa. Kegiatan tersebut dilaksanakan selama dua hari, berlokasi di sekitar Tsukuba Center. Walaupun pada hari kedua cuaca kurang bersahabat (seharian Tsukuba diguyur hujan) namun kegiatan tetap dilangsungkan. Hanya saja waktu pelaksanaannya lebih singkat dibanding hari pertama. Apresiasi warga Tsukuba terhadap kegiatan ini juga baik. Karena selama kurang lebih seminggu sejak gempa itu terjadi, berita tentang gempa tersebut selalu ditayangkan di TV Jepang. Termasuk pula berita tentang lambannya penyaluran bantuan bagi korban gempa. Sehingga tidak susah menjelaskan kepada mereka tentang kondisi korban di lokasi gempa.
Tahun lalu, kegiatan serupa juga pernah diadakan untuk membantu korban tsunami Aceh. Tetapi dalam format yang berbeda. Kegiatannya bersamaan dengan Tsukuba Int`l Fair ‘05, dimana 20 % hasil penjualan (makanan) disumbangkan bagi korban tsunami Aceh. Namun dana yang berhasil dikumpulkan dari kedua kegiatan (untuk Yogya maupun Aceh) relatif sama.
Waktu penggalangan dana untuk Aceh, panitia harus melakukan banyak pekerjaan. Mulai dari rapat persiapan sampai hari pelaksanaannya harus bergantian stand by di tenda melayani pengunjung. Tapi untuk Yogya berbeda, panitia yang bekerja pun tidak perlu banyak orang. Karena format kegiatannya hanya menyediakan kotak sumbangan dan memajang foto-foto kondisi Yogya setelah diamuk gempa. Bagi yang tertarik untuk menyumbang, silahkan datang langsung ke kotak sumbangan.
Sekilas, kegiatan ini hampir sama seperti (maaf) pengemis yang meminta-minta di pinggir jalan. Hanya saja tujuannya yang berbeda, dalam hal ini mengemis untuk membantu orang lain bukan untuk kepentingan sendiri. Jadi kasarnya bisa disimpulkan bahwa mengemis untuk menbantu orang lain, derajatnya lebih mulia. Dan derajat kemuliaan manusia dapat dilihat dari sejauh mana dirinya bermanfaat bagi orang lain. Seperti hadist riwayat Bukhari, “Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.”
Mari kembali ke topik penggalangan dana. Melihat dana yang berhasil dikumpulkan selama dua hari itu, tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga, hanya menunggui kotak sumbangan saja dan juga tidak perlu keahlian khusus, hasilnya sama dengan berjualan makanan (yang memerlukan keahlian marketing dan tata boga) di tenda selama dua hari. Pantas saja jumlah peminta-minta di tanah air belakangan ini meningkat. Tak heran kalau sering dijumpai para peminta-minta yang sebenarnya masih muda, kuat dan sehat. Mungkin karena tidak punya keahlian, mereka memilih jadi pengemis. Atau mungkin juga karena kemalasan.
Namun harus selalu diingat bahwa, apapun yang kita kerjakan jangan terlalu mengutamakan hasil. Yang diutamakan adalah niat dan usaha. Seperti juga orang Jepang yang selalu berujar “ganbare....!!” atau “ganbatte.... !!” Itu semua untuk memotivasi agar selalu berusaha dengan baik. Hasilnya sukses ataupun gagal, itu urusan belakangan. Yang penting berusaha dulu.
No comments:
Post a Comment