Monday, July 30, 2012

Urip iki nggolek opo tho?

Maaf ya, judulnya pake bahasa jawa. Judul itu artinya, 'hidup ini mencari apa sih?'.

Ini sebenarnya tulisan curhat berkaitan dengan kejadian beberapa hari yang lalu. Sudah curhat juga sih dengan orang terdekat, disarankan untuk jangan terlalu mikirin omongan orang, ikhlas dan sabar aja. Tapi kok rasanya masih pengen ditulis, biar lebih plong dan sebagai pelajaran buat masa yang akan datang.

Saya dan beberapa teman di lingkungan RT di komplek tempat tinggal saya, diamanahi sebagai panitia penyedia konsumsi takjil di masjid komplek. Dalam satu minggu (7 hari) ada dua RT yang bertugas menyediakan takjil kurang lebih 60 porsi. Untuk memudahkan, RT saya dan RT satunya berbagi hari. Alhamdulillah kami kebagian pada 3 hari pertama Ramadhan, lalu pada hari ketujuh kita kerjakan bersama.

Untuk takjil-nya, kami sepakat untuk pesan saja karena masing-masing punya kesibukan sehingga tidak sempat untuk membuat sendiri. Hari pertama berjalan lancar. Hari kedua, mulai ada kritik dari beberapa teman yang ikut berbuka di masjid karena ada kue yang rasanya tidak enak (hampir basi). Begitu pula pada hari ketiga. Sampai ada yang bisik-bisik sambil melirik saya, "daripada pesan makanan tapi rasanya ga jelas begini mending bikin sendiri aja." Memang, mereka cukup tahu bahwa saya (dibandingkan dengan tetangga yang lain) sering dan bisa membuat kue. Terutama untuk acara-acara yang bertempat di rumah saya, seringnya kue yang disediakan adalah bikinan sendiri.

Bisik-bisik itu akhirnya sampai ke ibu RT. Kebetulan saya lagi merencanakan tugas untuk hari ketujuh. Pada hari ketujuh, Rt kami menyediakan kuenya dan RT yang satu menyediakan minumnya. Pada saat itu ibu RT bilang, sekarang agak susah pesan kue basah soalnya kebanyakan pembuat/toko kue sedang konsentrasi pada pesanan kue kering. Jadinya tukang kue basah kebanyakan pesanan, nah ini kadang yang bikin kuenya hampir basi saat sampai ke pemesan. Karena kue basah memang tidak tahan lama.Akhirnya saya menyanggupi untuk membuat kue/takjil hari ketujuh itu. Teknis dan detilnya saya atur sendiri.
Niat saya hanyalah membantu, agar kue yang disediakan dalam kondisi fresh. Khusus event ini, saya tidak mencari keuntungan hanya minta diganti bahan-bahan dan pack aja. Karena saya bukan penerima order kue yang profesional, jadi stok bahan kue yang ada di rumah ga banyak.

Saat saya sedang sibuk-sibuknya menyiapkan kue tersebut, kebetulan ada tetangga yang mampir. Mampirnya sih sebentar tapi omongannya membekas cukup lama di hati saya. Omongannya kira-kira begini, "wah lagi sibuk ngerjain borongan kue ya?! Kuenya dihargai berapaan? Pintar nih nyari kesempatannya. Coba dari hari pertama ambil borongannya, kan lumayan tuh untungnya."

Astaghfirullah hal adzim. Saya tidak menyangka akan dapat omongan seperti itu. Entah kenapa, saya agak sensitif mendengarnya. Ternyata masih ada orang di sekitar saya yang berorientasi pada materi terhadap apa-apa yang dikerjakannya.

Sebenarnya apa sih yang kita cari dalam hidup? Materi? Ya, bisa jadi salah satunya. Tapi menurut saya, itu hanya seper-berapa saja. Banyak hal lain yang tak kalah penting dan perlu dicari. Seperti kebahagian bisa berbagi ataupun bershodaqoh dengan tenaga dan kemampuan yang kita miliki.

Kata suami saya, orang lain ga perlu tahu apa niat kita. Yang penting kamu dah mengerjakannya dengan senang hati. Allah maha tahu apa yang ada di dalam hati setiap kita.

2 comments:

Reni Dwi Astuti said...

yang sabar mba shinta, memang di lingkungan kita hadir berbagai karakter manusia, dan ada sebagian yang kadang nyakitin hati... kita doakan saja biar orang itu segara dibukakan hatinya dengan kebaikan

Asashi Unni said...

kasian ya mbak.. niat baik malah dikira buruk.. tapi yg pasti orang itu pasti makan juga kue mbak,. mungkin dia justru penggemar kue mbak tapi dia keceplosan. maafin aja mbak