*****
*Saudara yang Terabaikan*
Sebenarnya saya sudah sering bertemu dengan wanita dan anak gadis kecilnya itu. Baik saat menunggu di halte ataupun di dalam bis yang biasa saya naiki menuju
Pagi itu, kembali saya bertemu mereka di halte bis. Di situ hanya ada saya, wanita dan gadis kecil itu. Saya sapa mereka dengan anggukan kepala tanpa kata ataupun salam. Sebelumnya saya juga selalu berlaku demikian.
Gadis kecil dan ibunya bercakap-cakap dengan bahasa yang sama sekali tidak saya pahami. Mereka tidak menggunakan bahasa Jepang ataupun Inggris. Mereka bercakap-cakap sambil sesekali melirik ke arah saya Sepertinya mereka membicarakan saya. Hanya saja saya tidak bisa mengerti apa isi pembicaraan mereka.
Tiba-tiba wanita itu bergerak mendekati saya. Langkahnya terlihat ragu-ragu namun gadis kecil itu terus mendorong ibunya agar semakin mendekat.
“Maaf, anak saya ingin tahu anda berasal dari mana?” Dia bertanya dengan bahasa Inggris yang terbata-bata.
“Dari
“
Wanita itu menterjemahkan jawaban saya kepada anaknya. Mereka kembali terlibat percakapan dalam bahasa yang tidak saya pahami tadi. Mungkin mereka menggunakan bahasa dari negara asalnya.
“Anak saya bilang bahwa sebelumnya dia pernah melihat anda sewaktu di mesjid.”
Plak. Ucapannya yang tenang itu terasa seperti tamparan ke wajah saya. Kemana saja saya selama ini? Apa saja yang saya kerjakan? Sampai-sampai saya tidak mengenal mereka. Padahal muslim yang tinggal di Tsukuba masih sedikit (dibanding
Mereka juga muslim yang berarti saudara seiman dengan saya. Tak sepantasnya saya mengabaikan mereka. Bahkan ucapan salam pun belum sempat terucap dari bibir saya. Astaghfirullah …..
Ternyata kepekaan terhadap orang-orang yang berada di sekitar saya, masih kurang. Allah SWT telah mengingatkan saya lewat gadis kecil dan wanita itu. Melalui mereka, saya juga diingatkan kembali bahwa setiap muslim itu bersaudara. Saudara yang berhak mendapatkan salam ketika saya menjumpainya. Sama haknya seperti saudara-saudara seiman lainnya tanpa terhalang oleh suku dan asalnya.
Wallahu’alam bisshowab.
Awal musim semi @ Tsukuba
Publikasi di Eramuslim.
6 comments:
nice story shin! banyak pelajaran yg bisa dipetik, buat saya jg yg tidak terlalu dpt menghafalkan wajah seseorang.
Makna dari saudara se-iman amatlah mendalam, kalau kita mencermatinya.
Memang terkadang rasa persaudaraan itu lebih kental jika berada dilingkungan yang bukan mayoritas muslim. Sebaliknya, ditanah air terkadang saya merasa sedih, jika saya mengucap: "assalamu'alaikum", terkadang yang terdengar hanya jawaban : "iya selamat siang".
Kalau sudah begini, saya cuma bisa men do'a kan mereka agar terbuka hatinya untuk selalu membalas salam.
menyentuh mba'...!!!
btw aku udah link mbak shinta tuh...
:)
Beruntung di tempatnya mbak Shinta masih ada masjid, disini gak ada mbak, jadi sangat susah membedakan mana saudara/bukan.
Saat jum atan ( di Internasional House)kata suami selalu dijaga ketat polisi, takut ada teroris katanya.
Hiks.. saya jg sering gak inget nama/orang.. Bahkan kadang nama anak-anak di TQ Hamburg aja sering gak ingat, wlp hampir tiap sabtu ketemu.
Disini juga nggak ada mesjid Shinta..Ayoo matanya liat kemana aja nih, sampe nggak inget klo ada mereka ..*hehehe*
Post a Comment