Siang kemarin, penumpang di dalam bis C-10 yang menuju ke arah Ichinoya penuh sesak. Alhamdulillah, saya masih dapat tempat duduk.Bis terus melaju, melewati halte demi halte dan satu persatu penumpang mulai turun. Di halte depan Hirasuna dormitory, penumpang yang turun banyak banget. Saat bis mulai bergerak lagi, penumpang yang tersisa tinggal saya dan satu penumpang lainnya. Yah, tinggal dua orang. Bis masih terus melaju namun jumlah penumpang tak berubah. Sunyi. Tak ada suara bel yang menandakan ada penumpang yang mau turun. Dan tentunya juga tanpa pengamen. Jadi kangen juga nih, naik bis yang ada pengamennya.
Sepertinya, Mr. Driver menyetir sambil melamun. Soalnya dia juga ga memencet bel tanda berubahnya halte. Biasanya setelah melewati halte yang satu, sopir akan memencet bel yang menyuarakan nama halte berikutnya.
Tiba-tiba ...
Kembali ke
Di Bogor juga hampir sama seperti di Jogya. Perbedaannya, di Bogor angkot lebih dominan dibanding bis. Pernah ada kejadian, saya dan suami naik angkot jurusan Sukasari (kalo ga salah angkot no 9) dari Warung Jambu. Waktu itu tujuan kita mau ke toko buku Gra***** (yang satu gedung sama H*ro Baranang Siang). Dari Warung Jambu, penumpangnya lumayan banyak tapi di depan terminal Baranang Siang banyak juga yang turun. Karena melihat penumpangnya berkurang banyak, supir angkot itu tiba-tiba bilang kalo dia mau langsung belok ke arah belakang terminal (jalan Riau) ga jadi ke Sukarasari. Ya udah,
