Maaf ya, judulnya pake bahasa jawa. Judul itu artinya, 'hidup ini mencari apa sih?'.
Ini sebenarnya tulisan curhat berkaitan dengan kejadian beberapa hari yang lalu. Sudah curhat juga sih dengan orang terdekat, disarankan untuk jangan terlalu mikirin omongan orang, ikhlas dan sabar aja. Tapi kok rasanya masih pengen ditulis, biar lebih plong dan sebagai pelajaran buat masa yang akan datang.
Saya dan beberapa teman di lingkungan RT di komplek tempat tinggal saya, diamanahi sebagai panitia penyedia konsumsi takjil di masjid komplek. Dalam satu minggu (7 hari) ada dua RT yang bertugas menyediakan takjil kurang lebih 60 porsi. Untuk memudahkan, RT saya dan RT satunya berbagi hari. Alhamdulillah kami kebagian pada 3 hari pertama Ramadhan, lalu pada hari ketujuh kita kerjakan bersama.
Untuk takjil-nya, kami sepakat untuk pesan saja karena masing-masing punya kesibukan sehingga tidak sempat untuk membuat sendiri. Hari pertama berjalan lancar. Hari kedua, mulai ada kritik dari beberapa teman yang ikut berbuka di masjid karena ada kue yang rasanya tidak enak (hampir basi). Begitu pula pada hari ketiga. Sampai ada yang bisik-bisik sambil melirik saya, "daripada pesan makanan tapi rasanya ga jelas begini mending bikin sendiri aja." Memang, mereka cukup tahu bahwa saya (dibandingkan dengan tetangga yang lain) sering dan bisa membuat kue. Terutama untuk acara-acara yang bertempat di rumah saya, seringnya kue yang disediakan adalah bikinan sendiri.
Bisik-bisik itu akhirnya sampai ke ibu RT. Kebetulan saya lagi merencanakan tugas untuk hari ketujuh. Pada hari ketujuh, Rt kami menyediakan kuenya dan RT yang satu menyediakan minumnya. Pada saat itu ibu RT bilang, sekarang agak susah pesan kue basah soalnya kebanyakan pembuat/toko kue sedang konsentrasi pada pesanan kue kering. Jadinya tukang kue basah kebanyakan pesanan, nah ini kadang yang bikin kuenya hampir basi saat sampai ke pemesan. Karena kue basah memang tidak tahan lama.Akhirnya saya menyanggupi untuk membuat kue/takjil hari ketujuh itu. Teknis dan detilnya saya atur sendiri.
Niat saya hanyalah membantu, agar kue yang disediakan dalam kondisi fresh. Khusus event ini, saya tidak mencari keuntungan hanya minta diganti bahan-bahan dan pack aja. Karena saya bukan penerima order kue yang profesional, jadi stok bahan kue yang ada di rumah ga banyak.
Saat saya sedang sibuk-sibuknya menyiapkan kue tersebut, kebetulan ada tetangga yang mampir. Mampirnya sih sebentar tapi omongannya membekas cukup lama di hati saya. Omongannya kira-kira begini, "wah lagi sibuk ngerjain borongan kue ya?! Kuenya dihargai berapaan? Pintar nih nyari kesempatannya. Coba dari hari pertama ambil borongannya, kan lumayan tuh untungnya."
Astaghfirullah hal adzim. Saya tidak menyangka akan dapat omongan seperti itu. Entah kenapa, saya agak sensitif mendengarnya. Ternyata masih ada orang di sekitar saya yang berorientasi pada materi terhadap apa-apa yang dikerjakannya.
Sebenarnya apa sih yang kita cari dalam hidup? Materi? Ya, bisa jadi salah satunya. Tapi menurut saya, itu hanya seper-berapa saja. Banyak hal lain yang tak kalah penting dan perlu dicari. Seperti kebahagian bisa berbagi ataupun bershodaqoh dengan tenaga dan kemampuan yang kita miliki.
Kata suami saya, orang lain ga perlu tahu apa niat kita. Yang penting kamu dah mengerjakannya dengan senang hati. Allah maha tahu apa yang ada di dalam hati setiap kita.
Monday, July 30, 2012
Sunday, May 20, 2012
Bukan Wanita Biasa
Sore, kira-kira pukul 16.30 WIB.
Setelah dering ketiga, aku mendengar sahutan di seberang telepon.
"Halo mbak, aku dan suami sedang di jalan tapi agak macet nih... Mbak masih di rumah sakit?"
"Iya masih, tapi sudah diijinkan pulang sore ini. Baru aja selesai ngurus administrasi."
"Oo... gitu. Jadi baiknya aku kemana nih? Apa aku langsung ke rumah aja?"
"Boleh ga ke rumah sakit dulu? Aku minta tolong antarin pulang, soalnya ga ada yang jemput dan masih bingung mau pulang naik apa?"
"Oh iya, iya. Aku ke rumah sakit dulu deh, tunggu ya."
Klik, call ended.
Kamar rawat inap.
"Assalamu'alaikum... Wah, udah diberesin nih barang-barangnya, ya?! Gimana kondisinya? Selamat ya mbak."
"Wa'alaikum salam. Iya, makasih. Tinggal nunggu obat dari dokter."
Kulihat box disamping tempat tidurnya.
"Wuaa...mirip siapa nih? Kayaknya mirip kakak sulungnya ya?! Dedeknya sehat kan?!"
Sang ibu yang duduk di atas tempat tidurnya tersenyum memandang bayinya.
"Alhamdulillah sehat tapi setelah diperiksa dokter pagi tadi, bayinya ada alergi. Oh iya, kenalin ini teteh, tetangga di depan rumah."
Seorang wanita yang sejak tadi mebereskan barang-barang di kamar itu tersenyum padaku.
"Teteh ini yang kemarin nemanin ke rumah sakit dan nungguin selama persalinan."
"Makasih banyak bantuannya teh." Sambil ku sambut uluran tanggannya.
Bayi mungil itu masih terlelap di dalam box tanpa terganggu obrolan orang dewasa di sekitarnya. Tak lama kemudian, seorang perawat datang. Dia menyerahkan obat dan menjelaskan pemakaiannya. Serta tak lupa mengingatkan jadwal periksa ibu dan bayi selanjutnya. Setelah itu kami semua keluar menuju parkiran mobil, membawa bayi mungil itu pulang untuk bertemu kakak-kakaknya.
"Anak-anak siapa yang nemanin di rumah mbak?"
"Sama tantenya."
Tiga bocah lelaki menghambur ke pelukan ibunya ketika kami sampai di rumah. Bocah-bocah itu saling berebut ingin mencium adik bayinya yang baru lahir. Ternyata, bocah-bocah itu tidak diijinkan membesuk ke rumah sakit karena dua orang di antaranya sedang kurang sehat. Aku hanya bisa memandangi mereka. Bocah-bocah itu berceloteh dengan riang pada sang ibu kejadian di rumah selama ibunya di rumah sakit.
Aku melihat, bibir sang ibu tersenyum mendengar cerita putra-putranya tapi sorot matanya tidak bisa berbohong. Mata itu letih dan sedih. Sesekali dia mengelus kepala bayi dalam dekapannya. Bayi itu putra keempatnya yang tidak sempat dilihat ayahnya. Yah, suaminya telah dipanggil yang maha kuasa saat sedang bertugas, meninggalkan dia bersama tiga orang anak lelaki dan janin berusia empat bulan di dalam kandungan. Dan almarhum suaminya adalah teman baik suamiku saat sama-sama kuliah di Bandung.
Tanpa disadari, mataku mulai berkaca-kaca. Aku memanjatkan do'a di dalam hati, semoga Allah senantiasa memberikan wanita ini kekuatan dan kesabaran untuk menjaga, membesarkan dan mendidik keempat anak yatim itu. Dia pasti bukan wanita biasa. Allah maha tahu akan kemampuannya.
Setelah dering ketiga, aku mendengar sahutan di seberang telepon.
"Halo mbak, aku dan suami sedang di jalan tapi agak macet nih... Mbak masih di rumah sakit?"
"Iya masih, tapi sudah diijinkan pulang sore ini. Baru aja selesai ngurus administrasi."
"Oo... gitu. Jadi baiknya aku kemana nih? Apa aku langsung ke rumah aja?"
"Boleh ga ke rumah sakit dulu? Aku minta tolong antarin pulang, soalnya ga ada yang jemput dan masih bingung mau pulang naik apa?"
"Oh iya, iya. Aku ke rumah sakit dulu deh, tunggu ya."
Klik, call ended.
Kamar rawat inap.
"Assalamu'alaikum... Wah, udah diberesin nih barang-barangnya, ya?! Gimana kondisinya? Selamat ya mbak."
"Wa'alaikum salam. Iya, makasih. Tinggal nunggu obat dari dokter."
Kulihat box disamping tempat tidurnya.
"Wuaa...mirip siapa nih? Kayaknya mirip kakak sulungnya ya?! Dedeknya sehat kan?!"
Sang ibu yang duduk di atas tempat tidurnya tersenyum memandang bayinya.
"Alhamdulillah sehat tapi setelah diperiksa dokter pagi tadi, bayinya ada alergi. Oh iya, kenalin ini teteh, tetangga di depan rumah."
Seorang wanita yang sejak tadi mebereskan barang-barang di kamar itu tersenyum padaku.
"Teteh ini yang kemarin nemanin ke rumah sakit dan nungguin selama persalinan."
"Makasih banyak bantuannya teh." Sambil ku sambut uluran tanggannya.
Bayi mungil itu masih terlelap di dalam box tanpa terganggu obrolan orang dewasa di sekitarnya. Tak lama kemudian, seorang perawat datang. Dia menyerahkan obat dan menjelaskan pemakaiannya. Serta tak lupa mengingatkan jadwal periksa ibu dan bayi selanjutnya. Setelah itu kami semua keluar menuju parkiran mobil, membawa bayi mungil itu pulang untuk bertemu kakak-kakaknya.
"Anak-anak siapa yang nemanin di rumah mbak?"
"Sama tantenya."
Tiga bocah lelaki menghambur ke pelukan ibunya ketika kami sampai di rumah. Bocah-bocah itu saling berebut ingin mencium adik bayinya yang baru lahir. Ternyata, bocah-bocah itu tidak diijinkan membesuk ke rumah sakit karena dua orang di antaranya sedang kurang sehat. Aku hanya bisa memandangi mereka. Bocah-bocah itu berceloteh dengan riang pada sang ibu kejadian di rumah selama ibunya di rumah sakit.
Aku melihat, bibir sang ibu tersenyum mendengar cerita putra-putranya tapi sorot matanya tidak bisa berbohong. Mata itu letih dan sedih. Sesekali dia mengelus kepala bayi dalam dekapannya. Bayi itu putra keempatnya yang tidak sempat dilihat ayahnya. Yah, suaminya telah dipanggil yang maha kuasa saat sedang bertugas, meninggalkan dia bersama tiga orang anak lelaki dan janin berusia empat bulan di dalam kandungan. Dan almarhum suaminya adalah teman baik suamiku saat sama-sama kuliah di Bandung.
Tanpa disadari, mataku mulai berkaca-kaca. Aku memanjatkan do'a di dalam hati, semoga Allah senantiasa memberikan wanita ini kekuatan dan kesabaran untuk menjaga, membesarkan dan mendidik keempat anak yatim itu. Dia pasti bukan wanita biasa. Allah maha tahu akan kemampuannya.
Friday, January 06, 2012
Matematika Pergantian Tahun
Akhirnya tahun 2011 berlalu, welcome 2012!
Pergantian tahun ada hubungannya dengan matematika. Tidak perlu mikir rumus matematika yang sulit-sulit, cukup yang sederhana saja yaitu tambah (+), kurang(-), kali(x) dan bagi(:).
Pergantian tahun tentu saja menambah nominal tahun tersebut. Misalkan tahun 2010 bertambah jadi 2011, 2012 dan seterusnya. Dan ini berhungan dengan pertambahan umur kita.
Tetapi disamping bertambah, ada juga yang berkurang. Apa sih yang berkurang? Tentu saja umur bumi dan juga masa tinggal kita di dunia semakin berkurang. Dengan kata lain, jarak menuju akhir kehidupan sudah semakin mendekat. Ibarat perlombaan, kita semakin dekat dengan garis finish
Setelah tambah dan kurang, sekarang kali. Semakin dekatnya jarak kita menuju akhir, bukan berarti tidak bisa berbuat banyak. Yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan potensi dan waktu yang ada dengan sebaik mungkin sehingga menghasilkan pahala berkali-kali lipat untuk bekal setelah finish.
Selain itu banyaklah berbagi kepada sesama. Baik itu berbagi harta, ilmu atau apapun yang memberi manfaat untuk saudara dan orang lain serta lingkungan di sekitar kita. Banyak berbagi kita akan menjadi manusia yang lebih baik karena sebaik-baik manusia adalah yang memberi banyak manfaat untuk orang lain.
Semoga bermanfaat.
Inspired by : sesion muhasabah pada liburan keluarga @ Cibodas.
Pergantian tahun ada hubungannya dengan matematika. Tidak perlu mikir rumus matematika yang sulit-sulit, cukup yang sederhana saja yaitu tambah (+), kurang(-), kali(x) dan bagi(:).
Pergantian tahun tentu saja menambah nominal tahun tersebut. Misalkan tahun 2010 bertambah jadi 2011, 2012 dan seterusnya. Dan ini berhungan dengan pertambahan umur kita.
Tetapi disamping bertambah, ada juga yang berkurang. Apa sih yang berkurang? Tentu saja umur bumi dan juga masa tinggal kita di dunia semakin berkurang. Dengan kata lain, jarak menuju akhir kehidupan sudah semakin mendekat. Ibarat perlombaan, kita semakin dekat dengan garis finish
Setelah tambah dan kurang, sekarang kali. Semakin dekatnya jarak kita menuju akhir, bukan berarti tidak bisa berbuat banyak. Yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan potensi dan waktu yang ada dengan sebaik mungkin sehingga menghasilkan pahala berkali-kali lipat untuk bekal setelah finish.
Selain itu banyaklah berbagi kepada sesama. Baik itu berbagi harta, ilmu atau apapun yang memberi manfaat untuk saudara dan orang lain serta lingkungan di sekitar kita. Banyak berbagi kita akan menjadi manusia yang lebih baik karena sebaik-baik manusia adalah yang memberi banyak manfaat untuk orang lain.
Semoga bermanfaat.
Inspired by : sesion muhasabah pada liburan keluarga @ Cibodas.
Subscribe to:
Posts (Atom)