Tanpa terasa bulan Januari sudah berlalu. Janus (dewa dalam mitologi Romawi) yang wajahnya menghadap ke depan dan belakang pada saat bersamaan, perlahan sudah mulai menjauh. February is coming. Bulan cinta dan kasih sayang bagi sebagian orang.
Masih jelas dalam ingatan saya, Februari tahun lalu, bulan yang sangat sibuk menjelang kepulangan ke tanah air. Banyak urusan yang harus diselesaikan dengan baik sebelum meninggalkan bumi sakura. Mulai dari administrasi kependudukan, konfirmasi jadwal kedatangan dengan keluarga dan termasuk minta dicarikan tempat tinggal yang layak saat kami kembali ke Cibinong, hingga mengosongkan barang-barang dari kamar asrama tempat kami tinggal. Di antara semua urusan tersebut, mengosongkan kamar adalah kesibukan yang sangat menyita waktu dan tenaga.
Tak ada malam yang kami lewatkan tanpa menyortir dan mengepak, karena siang hari saya dan suami membereskan aktivitas di luar. Sebagian barang akan kami kirim ke Indonesia. Sebagian lagi akan ditinggalkan saja. Barang yang ditinggalkan, dipilah lagi karena ada beberapa teman yang membutuhkannya dan sebagian yang lain akan kami buang. Pada waktu itu, ingin rasanya menjadi magician yang bisa menyulap segala sesuatu sesuai keinginan dalam waktu singkat. Membereskan semuanya dalam satu malam. Tapi jelas itu satu hal yang mustahil mengingat kami juga perlu beristirahat. Apalagi saat itu masih musim dingin, kelelahan fisik yang berlarut-larut bisa menurunkan kesehatan tubuh. Seperti cerita Cinderella, akhirnya kami membatasi kerja ini hingga jam 12 malam. Begitu kedua jarum jam bersatu pada angka 12, aktivitas penyortiran dan pengepakan harus berhenti untuk selanjutnya berangkat tidur.
Sejak awal menginjakkan kaki di Jepang, kami menyadari bahwa negeri itu adalah tempat persinggahan sementara. Bagi kami, hidup yang lebih lama akan dijalani di tanah air. Bukannya tidak senang hidup di negeri maju dan sejahtera seperti di Jepang tetapi kami juga punya keinginan untuk membahagiakan orang-orang tercinta yang begitu berharap untuk bisa berkumpul bersama kami.
Sekarang kami mulai menata hidup sedikit demi sedikit. Memang tidak semudah hidup di Jepang karena di tanah air banyak perbedaan signifikan yang harus kami hadapi. Tantangan. Tapi melihat sinar-sinar penuh cinta dan bahagia dari mata yang sudah termakan usia, kami seakan mendapat tambahan energi kehidupan. Berbahagialah bagi mereka yang masih bisa berkumpul dengan orang-orang tercinta, sebelum yang tua pergi atau yang muda mendahului tanpa bisa kembali.