Bila berjalan-jalan ke Tochigi prefecture bagian utara, ada salah satu tempat menarik yang sayang bila dilewatkan. Tempat itu adalah vila musim panas milik Shuzo Aoki yang terletak di desa Nasu. Selain vila, disekitarnya juga terdapat perkebunan sayur serta peternakan sapi yang juga dimiliki oleh Aoki. Penduduk setempat biasa menyebutnya ‘Aoki Tei’.
Shuzo Aoki (1844-1914) adalah salah satu diplomat terkenal pada masa pemerintahan kaisar Meiji. Selama karir diplomatnya, dia pernah menjabat sebagai duta besar Jepang untuk Jerman, setelah itu sebagai menteri luar negri. Nama aslinya adalah Genmei Miura. Namun sejak diadopsi oleh keluarga Aoki, namanya menjadi Shuzo Aoki.
Di akhir usia 20 tahun, Aoki melanjutkan sekolahnya ke Berlin, Jerman. Di Berlin pula ia bertemu dengan seorang putri bangsawan, Elizabeth von Rade. Mereka menikah di Bremen pada tanggal 20 April 1877. Mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Hana.
Aoki tei didirikan sebagai tempat peristirahatan musim panas pada tahun 1888. Sebuah vila dengan gaya arsitektur Jerman yang didisain oleh Tsumunaga Matsugasaki. Meskipun strukturnya seperti bangunan di Eropa, namun materialnya terdiri dari kayu-kayu. Mungkin ini disesuaikan dengan kondisi geologi Jepang yang sering dilanda gempa.
Aoki bersama istri dan anaknya sering menghabiskan masa liburannya di vila (Aoki tei) itu. Memasuki gerbang utama, di sebelah kiri dan kanan jalan masuk, berjejer pohon-pohon yang menjulang tinggi. Semakin mendekati tangga beranda, terhampar halaman rumput yang luas. Tidak terlalu banyak bangunan yang ada di sekitar tempat itu. Namun Aoki tei tampak sangat menyolok karena bangunannya yang luas, bertingkat dan gaya arsitekturnya yang berbeda dengan bangunan di Jepang pada umumnya.
Di dalam bangunan vila, selain foto-foto juga dipamerkan barang-barang koleksi pribadi. Mulai dari pakaian resmi kebesaran, furniture sampai kereta kuda kuno seperti yang biasa dinaiki para bangsawan Eropa jaman dulu.
Unik sekali. Berada di dalam Aoki tei, solah-olah waktu berputar ke masa lalu. Suasananya seperti film-film yang ber-setting tentang kehidupan di Eropa sebelum abad 20. Sayang sekali waktu berkunjung ke sana tidak membawa kamera sehingga tidak dapat mengabadikan barang-barang antik yang ada disana.
No comments:
Post a Comment